Kamis, 10 Juni 2021 | 17:26 Wita

Mulia dengan Segera Bertaubat

Editor: Firman
Share

■ Oleh : Aqib Junaid Qahar, Da’i Hidayatullah

HidayatullahMakassar.id — Rasulullah shalallahu alaihi wa syallam bersabda

كُلُّ بَنِي آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الْخَطَّائِيْنَ التَّوَّابُوْنَ

“Setiap anak Adam pasti berbuat salah dan sebaik-baik orang yang berbuat kesalahan adalah yang bertaubat”. (HR Tirmidzi 2499, Shahih at-Targhib 3139).

Salah satu ciri utama dari seorang manusia, adalah berbuat salah, dan yang membuatnya menjadi mulia, ketika dia bertaubat atas kesalahan telah diperbuat.

Taubat hanya mungkin bisa dilakukan oleh seseorang, mana kala dia menyadari kalau yang dilakukannya adalah kesalahan, atau minimal berpotensi terjadinya kesalahan.

Maka jangan pernah berharap, ada orang yang mau bertaubat (menyesali perbuatannya), saat dia sangat yakin kalau yang diputuskan dan dilakukannya adalah kebenaran.

Rasulullah menjadi manusia paling mulia, sebab beliau adalah sosok yang senantiasa dalam “pantauan ketat” dari Allah, dan setiap kali ada kesalahan yang diperbuatnya, segera Allah memberikan teguran dan beliau respon dengan bertaubat.

Bagi manusia yang tidak berstatus sebagai Rasul, tentu sangat membutuhkan bantuan pihak lain untuk mengingatkan, bila ada kesalahan yang dilakukannya.

Semakin terasa urgensinya bantuan orang lain, mana kala keputusan atau tindakan yang dilakukan berdampak secara langsung pada pihak lain, baik individu apa lagi dalam sebuah komunitas.

Islam sebagai ajaran yang sempurna, sangat menekankan mutlaknya MUSYAWARAH dalam pengambilan keputusan, baik yang bersifat substansial dalam hal konsep atau ide besar, maupun dalam hal tehnis operasional, dan tentu saja tidak menjadikan suara mayoritas sebagai landasan keputusan, melainkan juga pada kekuatan argumentasi yang mendasarinya.

Maka sangat aneh, kalau argumentasinya sudah “ngawur” dan tidak pula mendapatkan dukungan mayoritas, apa lagi jika hanya keinginan dia seorang, tetapi tetap ngotot bila apa yang diputuskan adalah kebenaran, sehingga musyawarah menjadi formalitas, sebatas untuk mendapatkan legitimasi.

Salah satu adab musyawarah yang sangat indah, dimana setiap pendapat seseorang diterima, maka dianjurkan untuk dia beristighfar, guna mengantisipasi kalau-kalau idenya mengandung kesalahan yg bisa berakibat fatal, sebaliknya seseorang disarankan untuk bersyukur, bila usulannya tertolak, sebab dia akan selamat dari kesalahan.■



BACA JUGA