Sabtu, 27 Maret 2021 | 07:41 Wita

Isra’ Mi’raj di Era Covid19 (5)

Editor: Firman
Share

Oleh: Imam Shamsi Ali, Presiden Nusantara Foundation

HidayatullahMakassar.id — Di Jerusalem Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melakukan beberapa hal. Di antara yang terpenting adalah sholat berjamaah dengan para nabi dan rasul. Beliau yang ditetapkan oleh Allah sebagai Imam sholat jamaah tersebut.

Peristiwa ini merupakan penggambaran akan “makaanah” atau posisi Rasulullah dalam tatanan para nabi dan rasul. Beliau adalah Imam dari semuanya. Dengan kata lain beliau adalah “penghulu” (sayyid) sekaligus “khaatam” (penutup) para nabi dan rasul.

Secara manusia Muhammad shallallahu alaihi wa sallam memang dikenal sebagai “khaer al-basyar” atau “khaer al-anaam” (manusia terbaik). Hal itu karena Muhammad shallallahu alaihi wa sallam menyatukan ragam karakter dan nilai (value) dari seluruh Bani Adam (anak-cucu Adam).

Tidak kalah penting tentunya karena Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam memang menjadi sosok yang menyimpulkan esensi ajaran Allah yang diturunkan untuk manusia. Berbeda dengan para nabi dan rasul lainnya. Islam yang disampaikan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam adalah Islam yang universal dan secara mendasar (inherent) ditujukan oleh seluruh alam.

Sehingga ayat-ayat maupun hadits Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam sendiri menyimpulkan semua itu. Salah satu ayat Al-Quran yang paling populer adalah “dan tidak Kami (Allah) utus kamu melainkan sebagai Rahmah bagi seluruh alam semesta.

Ayat lain bahkan menekankan: “dan tidaklah Kami utus kamu melainkan kepada seluruh manusia untuk memberikan berita gembira (basyiira) dan menyampaikan peringatan (nadzira).

Maka Islam pun kita kenal sebagai agama yang lintas batas. Baik batas negara, suku, ras, bahkan warna kulit dan budaya. Dan semua manusia tanpa kecuali bisa menjadi yang terbaik (the best) dalam agama ini.

Pertemuan dan menjadi imamnya Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam kepada semua nabi dan rasul sekaligus juga sebagai konfirmasi atau juga justifikasi akan agama Allah yang benar dan disahkan di sisi Allah. “Sesungguhnya agama di sisi Allah adalah Islam”.

Ini sekaligus merupakan konfirmasi bahwa semua nabi dan rasul telah hadir dengan ajaran yang sama. Itulah Islam.

Kalau belakangan ada perbedaan agama-agama maka ada dua kemungkinan yang terjadi. Perbedaan itu ada pada penafsiran dan tatacara beragama sesuai zaman masing-masing. Atau memang agama yang telah dibawa para nabi dan rasul sebelum Muhammad shallallahu alaihi wa sallam telah mengalami distorsi.

Ungkapan ini tidak bertendensi merendahkan keyakinan orang lain. Yang saya sampaikan adalah pemahaman saya sebagai seorang Muslim tentang kenapa terjadi perbedaan-perbedaan di antara agam-agama dunia.

Dengan demikian Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bertemu semua para nabi dan rasul pada malam Isra mi’raj mengindikasikan bahwa mereka semua sesungguhnya telah hadir ke atas dunia ini dengan misi yang sama. Yaitu membawa ajaran Allah untuk menusia bernama Islam.

Pemahaman bahwa agama sejatinya satu sebenarnya sangat logis. Logikanya adalah bahwa Tuhan hanya satu. Kemanusiaan (fitrah atau hati) menusia juga semua sama. Maka pastinya akan logis jika petunjuk atau ajaran dari Tuhan yang satu untuk kemanusiaan yang satu itu satu atau tunggal.

Namun demikian kita tetap menghargai jika sebagian manusia memahaminya berbeda. Di situlah arti dari saling memahami dan toleransi. Bahwa manusia punya kecenderungan kuriositas (curiosity) dan kebebasan berpikir. Sehingga pada akhirnya semua manusia punya hak untuk memutuskan tentang apa yang dianggap benar dan terbaik dalam hidupnya.

Tapi bagi sekali lagi, keyakinan seorang Muslim mengatakan bahwa agama itu satu. Yaitu agama yang mengajarkan berserah diri secara mutlak kepada Pencipta langit dan bumi. Dan itulah sesungguhnya makna Islam. ■ Bersambung

Subway, 26 Maret 2021



BACA JUGA