Selasa, 16 Maret 2021 | 08:51 Wita

Isra’ Mi’raj dan Masalah Kehidupan

Editor: Firman
Share

■ Oleh : Syamril, Direktur Sekolah Athirah

HidayatullahMakassar.id — Seorang teman pernah bertanya, “Bagaimana menghadapi tantangan dan masalah besar dalam hidup? Masalah di keluarga, bisnis, pekerjaan dan lainnya?” Jawaban saya waktu itu dikaitkan dengan kejadian Isra’ Mi’raj. Salah satu pelajaran dari peristiwa isra’ mi’raj yaitu teladan Rasulullah dalam menghadapi masalah sampai akhirnya dapat diselesaikan dan meraih kemenangan.

Rasulullah menjelang kejadian isra’ mi’raj sedang ditimpa banyak masalah yang sangat berat. Penentangan dakwah yang semakin keras sampai ada pengikutnya dari kalangan budak yang dibunuh. Lalu beliau dan pengikutnya diboikot oleh kaum Quraisy selama 3 tahun. Tidak boleh ada hubungan sosial dan ekonomi.

Kemudian pamannya Abu Thalib dan istrinya Khadijah meninggal dunia, dua orang yang menjadi pelindung dan pendukung dakwahnya . Dakwah di Mekkah tidak bisa lagi. Maka beliau berangkat ke Thaif untuk berdakwah. Ternyata tidak disambut malah disambit dan dilempari batu sampai terluka. Masalah dan musibah yang demikian berat dan bertubi-tubi sehingga tahun itu disebut tahun duka cita.

Saat itulah Allah menguatkan Rasulullah dengan menghiburnya melalui perjalanan yang luar biasa dari Masjidil Haram Mekkah ke Masjid Al Aqsha di Yerusalem Palestina. Lalu lanjut ke Sidratul Muntaha untuk menerima perintah shalat. Sebelum ke Sidratul Muntaha Rasulullah bertemu dengan para Nabi dan Rasul dan menjadi imam shalat berjamaah.

Apa hikmah peristiwa itu? Menghadapi masalah harus diawali dengan mindset, sikap mental dan modal spiritual yang kuat. Bertemu dengan para Nabi dan Rasul yang telah melalui masalah di masanya dapat menjadi ‘benchmark’ bahwa tiap nabi dan rasul menghadapi masalah yang berat. Naik ke langit yang ketujuh dan melihat surga dan neraka memberi pelajaran bahwa segala kesulitan perjuangan di dunia akan mendapatkan balasan di akhirat.

Bertemu dengan Allah dan menerima perintah shalat 5 waktu memberi pelajaran bahwa masalah yang besar akan menjadi kecil jika dihadapkan kepada Allah yang Maha Besar. Allah tempat bergantung, tiada daya dan kekuatan selain dari Allah. Jika sedang menghadapi masalah setiap saat bisa menghadap kepada Allah mengadukan segala permasalahan dan memohon pertolongan melalui aktivitas shalat. Harapannya dapat terbentuk mindset bahwa bersama kesulitan akan ada kemudahan dengan izin Allah.

Mindset harus ditindaklanjuti dengan action melalui perubahan strategi dakwah. Melihat Mekkah sudah tidak bisa menerima dakwah maka beliau mencari tempat dan pendukung baru di luar Mekkah. Akhirnya dipilihlah Yastrib yang kemudian diganti namanya menjadi Madinah. Beliau dan pengikutnya pun hijrah ke Medinah. Membangun masyarakat Islam di Madinah, saling bahu membahu dan tolong menolong antara kaum Muhajirin dan Anshar.

Meskipun telah hijrah ke Madinah, kaum kafir Quraisy tetap saja memusuhi dan ingin menghancurkan kaum muslimin. Terjadilah perang besar seperti Perang Badar, Uhud dan Khandak. Sampai akhirnya gencatan senjata melalui Perjanjian Hudaibiyah. Kesempatan itu digunakan untuk berdakwah ke kabilah dan suku yang lain. Bahkan ke Persia dan Romawi, dua negara adidaya pada masa itu. Sampai akhirnya pada tahun 10 Hijiriyah Rasulullah kembali ke Mekkah dan meraih kemenangan gilang gemilang di peristiwa Fathuh Mekkah.

Kesimpulan dari uraian di atas yaitu menghadapi masalah butuh dua hal yaitu mindset positif yang membangun daya tahan dan kecerdasan dalam melakukan perubahan strategi. Mindset positif akan membangun pola pikir bahwa kehidupan itu ibarat permainan sepak bola, harus dinikmati. Semua halangan adalah syarat agar permainan menjadi menarik.

Demikian pula dalam hidup. Segala tantangan dan masalah harus dinikmati. Masalah membuat kita berpikir mencari solusi yang tepat. Melalui kerja keras, cerdas, ikhlas dan tawakkal kepada Allah akhirnya kemenangan dapat diraih sebagai buah dari kesabaran dan kecerdasan. Apakah Anda masih takut menghadapi masalah? Semoga tidak lagi.■



BACA JUGA