Selasa, 23 Februari 2021 | 06:04 Wita

Anomali Pejabat

Editor: Firman
Share

Oleh: Ilham Kadir, Pengamat Sosial Agama

HidayatullahMakassar.id — Kerap saya saksikan seorang pensiunan pejabat tetiba pakai sorban, rajin ke masjid, dan bahkan sudah naik mimbar untuk memberikan tausiyah hingga khutbah Jumat.

Contoh nyata, seorang mantan Gubernur selama dua priode, kini tinggal di sebuah desa membina pondok pesantren dan rajin khutbah.

Contoh lain, seorang mantan petinggi kepolisian menghabiskan sisa umurnya untuk khuruj berdakwah bersama komunitas Jamaah Tabligh.

Tentu itu semua bagus, sebagai pertanda ingin bahkan memperjuangkan khusnul khotimah, sebab segala perbuatan atau amal termasuk umur dinilai pada ujungnya.

Cuma saya berandai-andai, seandainya mereka dari dulu, ketika memiliki kekuasaan dan keperkasaan mereka membela dan memperjuangkan Islam, itu jauh lebih baik.

Di saat agama ini, pengikutnya banyak sekali yang mengalami fitnah dan terzalimi. Tidak terlalu menonjol orang-orang yang memiliki kuasa besar untuk tampil memberikan pembelaan.

Atau sederhana saja, lembaga-lembaga lumbung kaderisasi ulama, imam, dan dai agar diberi dukungan penuh. Sebagai pejabat setingkat gubernur misalnya, seharusnya mendorong bahkan menyediakan anggaran khusus untuk itu.

Contoh nyata, ini bisa dicopy paste oleh penguasa lain. Bapak Bupati Enrekang, Muslimin Bando membuat kebijakan dengan mengangkat Tenaga Ahli Keagamaan (TAK) yang kini jumlahnya lebih dari seratus orang. Para TAK ini umumnya diambil dari lulusan Ma’had Al-Birr Unismuh Makassar, STIBA Makassar, STIBA Ar-Raayah. Kualifikasinya adalah mampu jadi imam, baca khutbah, isi pengajian, dan mengajar mengaji. Mereka dikontrak dan diberi honor setimpal.

Ini tingkat kabupaten, bagaimana kalau tingkat propinsi yang dipimpin oleh gubernur, apalagi tingkat menteri hingga presiden. Kuasa seorang pemimpin untuk amar ma’ruf nahy munkar bergitu besar.

“Penguasa mampu mengubah apa yang tidak bisa diubah oleh Al-Quran”, kata Umar bin Al-Khattab.

Maka, siapa pun Anda, jika punya kuasa dan kekuasaan keluarkan kebijakan yang berimplikasi pada kebaikan agama Allah dan umat Islam. Jangan menunggu pensiun baru ingin mengabdi untuk umat, atau jangan menunggu sisa umurmu untuk berbakti pada agama, tapi manfaatkan jabatanmu untuk kemuliaan Anda, dan agama Islam.

Maksimalkan hidupmu untuk agama dan orang banyak dengan berkarya, lalu sisakan sebagian waktumu untuk keluarga. Sebab, sebaik-baik manusia adalah yang terbanyak manfaatnya buat orang lain!■

Enrekang, 22 Februari 2021!



BACA JUGA