Sabtu, 13 Februari 2021 | 12:40 Wita
Membersihkan Pakaian Dari Darah Haidh
■ Dakwah Al-Bayan : Kajian Bhulughul Maram Kitab Taharah, Bab Menghilangkan Najis dan Penjelasannya. (Hadits ke-27)
HidayatullahMakassar.id — Dari Asma binti Abu Bakar radhiyallahu ‘anha bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang darah haid yang mengenai pakaian,
وَعَنْ أَسْمَاءَ بِنْتِ أَبِي بَكْرٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا; أَنَّ اَلنَّبِيَّ – صلى الله عليه وسلم – قَالَ -فِي دَمِ اَلْحَيْضِ يُصِيبُ اَلثَّوْبَ-: – “تَحُتُّهُ, ثُمَّ تَقْرُصُهُ بِالْمَاءِ, ثُمَّ تَنْضَحُهُ, ثُمَّ تُصَلِّي فِيهِ” – مُتَّفَقٌ عَلَيْه ِ
“Engkau kikis, engkau gosok dengan air, lalu siramlah, baru kemudian engkau boleh shalat dengan pakaian itu.” (Muttafaqun ‘alaihi).
Hal Penting dari Hadits
▪️Darah haidh itu najis, wajib dicuci, baik darah haidh tersebut banyak atau sedikit. Harus dihilangkan dari pakaian, badan, dan benda lain, karena Rasulullah memerintahkan untuk mencucinya sebagaimana menghilangkan najis-najis yang lain.
▪️Wajib membersihkan pakaian dari darah haidh. Menghilangkan najis dari pakaian, badan dan tanah/tempat shalat merupakan syarat melaksanakan shalat. Oleh karena itu, tidak sah shalat jika wujud darah haidh. Hal ini karena adanya perintah untuk mencucinya sebelum shalat.
▪️Hadits ini menunjukkan bahwa yang wajib adalah menghilangkan najisnya, tidak disyaratkan harus dicuci berkali-kali. Jika dicuci sekali sudah hilang najisnya maka sudah cukup.
▪️Jika darah haidh telah mengering maka harus dikerik untuk menghilangkan dzatnya, lalu menggosok- gosoknya disertai air, kemudian mencucinya untuk menghilangkan sisa najisnya. Ini merupakan petunjuk urutan untuk membersihkannya. Karena jika dilakukan sebaliknya maka akan menyebar najisnya dan mengenai bagian lain yang awalnya tidak terkena.
▪️Bolehnya menggunakan pakaian yang pernah terkena darah haidh wanita. Namun setelah dikerik dan (digosok-gosok) disertai air, maka menjadi suci.
▪️Hadits ini dijadikan dalil jumhur ulama (syafi’iyah, Malikiyah, dan Hanabilah) bahwa najis hanya bisa dihilangkan oleh air karena ia muta’ayyin (tertentu). Meskipun ada dzat lain yang bisa membersihkannya namun belum cukup. Karena adanya nash di dalam hadits dan ia merupakan alat bersuci yang utama.
▪️Sebahagian Ulama berpendapat bahwa mensucikan tidak harus dengan air, yang penting najisnya hilang, memang asalnya mensucikan itu dengan air, akan tetapi berpendapat bahwa tidak sah kesucian tanpa air maka ini butuh dalil, sementara tidak ada dalil yang berkonsekuensi bahwa mensucikan harus dengan air.
Rasulullah mengizinkan menghilangkan najis dengan selain air, seperti istijmar (mencebok dengan batu), beliau bersabda tentang kedua sandal yang terkena najis, “kemudian hendaknya dia menggosok-gosokkan kedua (sandal) tersebut dengan tanah, karena sesungguhnya tanah merupakan bahan mensucikan baginya”.
Ini merupakan pendapat Abu Hanifah dan juga pendapat Syaikhul Islam Ibnu Taymiyah dan pendapat ini juga yang dirajihkan oleh syaikh Al-Bassam di kitab Taudihul Ahkam.
Wallahu a’lam bish shawwab.■
*) Oleh: Ust Abdul Qadir Mahmud MA, Kadep Dakwah & Pelayanan Ummat Yayasan Al Bayan Hidayatullah, Makassar
Untuk menikmati sajian berseri Kajian Kitab Bhulughul Maram ini, serta info dan artikel dakwah lainnya, silahkan bergabung di Group WA: Dakwah Al Bayan. Klik https://chat.whatsapp.com/HBSbB3fZ1Uk6fk71SkBm0Z Telegram: https://t.me/hidmanews Konsultasi & Pertanyaan ke 085255799111. Simak dan nikmati pula di : YouTube: Al Bayan Media TV https://youtube.com/channel/UC83a_coR66ZBb6fRxjKGyIA Facebook: Albayan Media Corp ( @albayanmediacorp )
Sebarkan! Semoga menjadi ladang pahala bagi kita semua. Aamiin
TERBARU
-
Alhamdulillah.. Ketua STAI Al Bayan Tuntaskan Studi Doktoral
23/01/2025 | 06:46 Wita
-
Tausyiah Raker : “Kalau tak memiliki tak mungkin memberi.”
15/01/2025 | 17:20 Wita
-
2025, Al Bayan Optimalkan Ekspansi Kemandirian Ekonomi
15/01/2025 | 14:31 Wita