Kamis, 10 Desember 2020 | 14:45 Wita

Belajar Membaca dan Menulis

Editor: Firman
Share

Oleh : Syamril, Direktur Sekolah Islam Athirah

HidayatullahMakassar.id — Jangan disangka belajar membaca dan menulis hanya untuk anak TK dan SD kelas 1. Mereka yang sudah bekerja pun harus terus belajar membaca dan menulis. Tentu belajar membaca dan menulisnya bukan lagi mengenal huruf dan merangkainya menjadi kata. Tapi bagaimana membaca secara tepat dan efektif. Memahami apa yang dibaca dan dapat mengambil pelajaran dan inspirasi untuk perbaikan diri.

Era smartphone sekarang ini bukan lagi era “call” tapi “text”. Maksudnya komunikasi antar manusia banyaknya via text atau tulisan. Salah satunya via WA. Umumnya manusia sekarang ikut WA Group rata-rata 20 group. Setiap hari ada ratusan pesan yang dibaca. Jadi sebenarnya aktivitas membaca dan menulis itu sudah biasa. Belum lagi aktivitas browsing membaca berita di situs berita umum.

Hanya saja aktivitas membaca dan menulis tersebut mungkin kurang produktif dan bermakna. Habis waktu lama tapi tidak dapat apa-apa. Tidak menghasilkan sesuatu. Menilainya gampang aja. Membaca dan tidak membaca hasilnya sama saja. Maksudnya tidak ada perubahan dalam diri menjadi lebih baik. Tidak tambah ilmu, apalagi iman. Malahan bisa saja tambah galau karena banyak hoaks.

Ada tiga filter yang harus dipasang sebelum membaca dan menulis. Kata kuncinya : benar, baik dan manfaat. Sebelum membaca dan menulis apalagi dishare cek dulu apa itu benar? Jika hal yang tidak benar maka stop, jangan lanjutkan. Kalau memang benar cek lagi apa itu baik. Sudah benar dan baik cek lagi apa ada manfaatnya. Jika benar, baik dan manfaat silakan lanjutkan. Baca, tulis dan share.

Lebih jauh lagi menurut ajaran agama semua yang dilakukan harus membuat Allah ridha bukan marah dan murka. Semoga hal yang benar, baik dan manfaat dengan niat yang ikhlas bisa menjadi ibadah dan berpahala.

Dalam aktivitas membaca dan menulis ada kata “minat” dan “daya”. Contohnya minat baca dan daya baca. Minat baca manusia sekarang tinggi tapi daya baca rendah. Buktinya kalau membaca tulisan yang ringan dan ‘recehan’ kita senang. Jika tulisannya serius dan panjang biasanya sudah malas sampai tuntas. Hanya baca awal dan akhirnya saja. Tidak lagi secara detail. Tidak lagi menikmati membaca kata demi kata. Akibatnya tahu tapi cepat lupa. Jika itu nasehat hanya sampai di mata tidak masuk ke hati.

Demikian pula dalam menulis. Biasanya mudah kalau menulis balasan dan komentar di medsos. Tapi sangat sulit jika harus menulis satu artikel pendek yang mengungkapkan ide dan pikiran secara lengkap. Biasanya kalau bicara bisa dilakukan, tapi menulis sangat sulit. Sudah ada di dalam pikiran. Namun mengungkapkannya dalam bentuk tulisan terasa susah luar biasa.

Bagaimana caranya meningkatkan daya baca dan tulis? Kami di Sekolah Islam Athirah mencoba membiasakan untuk membaca buku dan menulis artikel. Setiap orang usahakan baca 1 buku sebulan. Lalu menulis artikel bisa dari hasil bacaan. Bisa juga dari pengalaman sehari-hari. Atau hasil olahan ide dalam bentuk tulisan. Diberi standar tulisan minimal 200 kata. Untuk office boy, maintenance, dapur cukup satu tulisan dalam sebulan. Guru usahakan dua artikel sebulan.

Dalam pelaksanaannya membaca relatif mudah. Menulis yang lebih sulit. Rata-rata capaiannya masih di angka 20-30%. Namun ada kemajuan dengan memberikan bimbingan dan pendampingan. Hasilnya mengagetkan. Beberapa office bisa menuangkan pengalaman sehari-hari dalam tulisan. Setelah dibantu editing oleh guru maka jadilah tulisan yang enak dibaca dan mencerahkan.

Ada juga unit sekolah yang meminta pendampingan khusus dari pihak eksternal yang lebih profesional seperti di SD Islam Athirah Kajaolalido. Diawali dengan pelatihan atau sharing, berlanjut berlatih menulis, diberi feed back, perbaikan dan akhirnya jadi juga tulisan.

Akhirnya budaya membaca dan menulis harus terus dikembangkan. Bukankah perintah pertama Allah dalam Al Quran yaitu membaca? Lalu Al Quran juga artinya bacaan. Lalu tradisi menulis ilmu di dalam Islam sudah sangat lama. Itu semua dilakukan untuk mengikat ilmu dan menyebarkannya. Maka lahirnya jutaan kitab dari para ulama sepanjang sejarah Islam selama lebih 1400 tahun.■


Tags:

BACA JUGA