Sabtu, 28 November 2020 | 12:53 Wita

3 Syarat Agar Disebut Hamba Bersyukur

Editor: Firman
Share

■ Oleh : Ust Muhammad Shaleh Utsman, Ketua Departemen Pengkaderan DPP Hidayatullah

HidayatullahMakassar.id — Bobot kalimat Alhamdulillah itu lebih berat dari dunia dan isinya. Sebagaimana sebuah hadits menyebutlan “..ucapan ‘Alhamdulillah’ akan memenuhi  timbangan,..”

[Kutipan lengkap hadits tersebut 

الحديث الثالث والعشرون[ عن أبي مالك الحارث بن الأشعري رضي الله عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم الطهور شطر الإيمان والحمد لله تملأ الميزان وسبحان الله والحمد لله تملآن – أو تملأ – ما بين السماء والأرض والصلاة نور والصدقة برهان والصبر ضياء والقرآن حجة لك أو عليك كل الناس يغدو : فبائع نفسه فمعتقها أو موبقها ] رواه مسلم

Dari Abu Malik Al-Harits bin Ashim Al-Asy’ari radhiyallaahu  ‘anhu, Dia berkata: Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,  “Bersuci adalah separuh dari keimanan, ucapan ‘Alhamdulillah’ akan memenuhi  timbangan, ‘subhanalloh walhamdulillah’ akan memenuhi ruangan langit dan bumi,  sholat adalah cahaya, dan sedekah itu merupakan bukti, kesabaran itu merupakan  sinar, dan Al Quran itu merupakan hujjah yang akan membela atau menuntutmu.  Setiap jiwa manusia melakukan amal untuk menjual dirinya, maka sebagian mereka  ada yang membebaskannya (dari siksa Alloh) dan sebagian lain ada yang  menjerumuskannya (dalam siksa-Nya).” (HR Muslim)]

Lalu apakah setiap orang mengucapkan alhamdulillah langsung dikategorikan sebagai orang bersyukur dan mendapatkan fadhilah atas kesyukurannya tersebut ?

Ternyata menurut para ulama, ada 3 hal yang harus dipenuhi yang menjadi syarat jika seorang hamba ingin disebut sebagai hamba bersyukur

1. Harus yakin bahwa semua nikmat yang dirasakannya sebagai rahmat dari Allah. Seseorang tak menyakini nikmat itu dari Allah misalnya dia merasa sehat karena olahraga yang dilakukan. Kalau seseorang memiliki perasaan dan pikiran seperti itu walau mengucapkan alhamdulillah atas kesehatannya maka tak termasuk kategori orang bersyukur.

Padahal semua itu hanya washila dan asbabnya. Karena hakikatnya semua itu nikmat dari Allah ta’alla.

Kenapa doa dalam shalat dan pada zikir pagi/petang yang dilafalkan terdapat permintaan untuk kesehatan, karena kesehatan itu harus diminta kepada Allah dan seseorang yang sehat itu diberi oleh Allah.

Maka bersyukur todak boleh kontradiksi antara ucapan dan isi hati/keyakinan.

2. Memiliki rasa ridho, tulus dan ikhlas terhadap apa pun yang diterima dan dialaminya. 

Bahwa tidak mudah untuk ridho karena hati harus bersih dan terdapat iman di dalamnya. Itulah kenapa nikmat iman disebut sebagai nikmat sesungguhnya. Yang menentukan kenikmatan dunia dan akhirat.

Seseorang jika tak beriman dan mati tak membawa iman maka kesengsaraan dunia, siksa di kuburan dan penderitaan nan abadi di neraka akan dialami

Dibanding dengan nikmat dunia atau pun penderitaan dunia. Seberat-beratnya penderitaan di dunia ada batas dan akan berakhir jika telah meninggal. Demikian pula bagi yang diberi nikmat kaya ada batas dia menikmatinya jika misalnya alami penyakit.

3. Mengoptimalkan nikmat dalam rangka ketaatan, kepada jalan yang Allah ridhoi. Inilah syarat utama karena terkait dengan idialisme.

Tidak mudah meraih persyaratan ketiga ini apalagi kalau tak berada dalam sebuah sistem yang dirancang dan terkondisikan untuk itu.

Sebuah lingkungan yang visinya mengejar materi keduniaan akan susah mendapatkan keridhoaan Allah karena kita hanyalah bagian dari perusahaan, organisasi dan lembaga yang mengejar materi bukan untuk keridhoaan Allah.■fir

*) Catatan on the spot dari pengajian bulanan di Masjid Umar al Faruq Yayasan Al Bayan Hidayatullah, Makassar.



BACA JUGA