Sabtu, 21 November 2020 | 21:13 Wita

Belajar dari Komitmen Ketaatan Ibrahim

Editor: Firman
Share

Oleh : Ust Fathun Qarib, Da’i Hidayatullah

HidayatullahMakassar.id — Pasca Musyawarah Nasional (Munas) V Hidayatullah, Oktober lalu, saat ini kita dihadapkan pada dinamika wacana mutasi dan promosi di kepengurusan Hidayatullah di wilayah dan daerah.

Wacana ini tentunya bagian dari ujian komitmen sebagai kader. Bahwa Hidayatullah merupakan organisasi berbasis kader. Sehingga nilai kader jauh lebih mahal dan penting dari pada relasi, fasilitas dan lainnya untuk lembaga.

Karena ada nilai yang dijaga dari rotasi dan mutasi otu yakni komitmen kader. Sebab asbab mutasi itu bisa karena prestasi bisa pula karena sanksi. Bisa karena evaluasi bisa pula karena apresiasi.

Apa itu komitmen kader? Di antaranya mematuhi garis komando pemimpin bukan mengutamakan pada inisiatif pribadi. Tapi niat dan komitmen yang dijaga. 

Tidak ada peluang kader “merasa” untuk hal-hal yang merusak kelancaran dakwah dan tarbiyah. Sebab sebuah lembaga dakwah itu bukan lembaga berbasis relasi dan fasilitas. Tapi berbasis kader. 

Sehingga KH Abdullah Said menyebutkan ia lebih inginkan prajurit yang siap diperintah dari pada jenderal yang enggan diperintah. Karena inilah manifestasi dari jati diri Hidayatullah yakni imamah dalam berjamaah.

Prestasi Nabi Ibrahim alaihi wasallam bukan pada jumlah pengikutnya. Pengikut Nabi Ibrahim hanya istri dan anak beliau, serta karib kerabatnya saja. Wilayah mana yang berhasil Nabi Ibrahim kuasai ? malah beliau dikejar-kejar.

Tapi kenapa Ibrahim mendapatkan posisi mulia sebagai kekasih Allah. Bahkan millah Ibrahim menjadi patokan dan panduan keIslaman yang sempurna, sehingga Rasul Muhammad salallahu alaihi wa sallam mendapat perintah khusus mengikutinya.

(ثُمَّ أَوۡحَیۡنَاۤ إِلَیۡكَ أَنِ ٱتَّبِعۡ مِلَّةَ إِبۡرَ ٰ⁠هِیمَ حَنِیفࣰاۖ وَمَا كَانَ مِنَ ٱلۡمُشۡرِكِینَ)
Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad), “Ikutilah agama Ibrahim yang lurus, dan dia bukanlah termasuk orang musyrik.”[Surat An-Nahl 123]. Untuk menjadi standar keikhlasan dan ikhsan berIslam. 

Itu semua karena prestasi terbaik Ibrahim alahi wasallam karena komitmen menyerahkan sepenuhnya untuk mematuhi perintah Allah, menyempurnakan semua perintah Allah.

Sebagaimana perintah menyembelih Ismail alaihi wa sallam, anak yang ditunggu-tunggu kelahirannya. 

Padahal perintah tersebut susah dipahami secara syariat apalagi untuk dipahami sebagai strategi perjuangan dakwah. Logika apapun tak bisa menjelaskan perintah tersebut. Tapi bagi Ibrahim mentaati, apapun perintah Allah dijalankan.

Inilah logika perjuangan dalam dakwah dan tarbiyah yang utama. Tak perlu strategi macam-macam. Yakni komitmen ketaatan.■ fir

*) Dari catatan on the spot tauziah bada Magrib di Masjid Al Walidain Kampus Hidayatullah Mamuju, Sabtu (21/11/2020)