Selasa, 26 Mei 2020 | 07:44 Wita
Peran Sosial Bermodal Ketaqwaan
■ Pesan Syawal 02 : Dr Ir H Abd Aziz Qahhar Mudzakkar MSi, Ketua Dewan Pembina Yayasan Al Bayan Hidayatullah Makassar
HidayatullahMakassar.id — Salah satu hal utama yang diperoleh orang beriman pada bulan Ramadhan yakni bertambahnya ketakwaan. Penambahan ketaqwaan ini patutnya sebagai modal bagi ummat untuk belajar melawan godaan setan dan menahan nafsu amarah kepada nafsu mutmainah.
Modal ketaqwaan pada Ramadhan lalu menjadi pengalaman spiritual dan keimanan untuk menjalani kehidupan sebelas bulan selanjutnya dan jurus mewaspadai godaan setan.
Ummul mukminin Aisya pernah kaget ketika ditegur Rasulullah bahwa setan yang melekat padanya sedang menggoda. Betapa setan berusaha menggoda semua manusia. Rasulullah juga memiliki setan mendampingi namun tertundukkan. Kinerjanya nol tidak ada kejahatan yang mampu dibisikkan kepada Rasulullah.
Sebagaimana dituturkan dalam hadits
عن عائشة أم المؤمنين رشي الله عنها أنها قالت: يا رسول الله ما من أحد إلا ومعه شيطان؟ قال: نعم. قالت: وأنت يا رسول الله؟ قال: وأنا إلا أن الله أعانني عليه فأسلم
Diriwayatakan dari Ummul Mukminin Aisyah Ra, ia berkata, “Wahai Rasulullah apakah setiap orang memiliki setannya masing-masing?” Beliau menjawab, “Iya.” Kemudian Aisyah bertanya lagi, “dan Engkau wahai Rasulullah?” “Ya, aku pun demikian akan tetapi Allah melindungiku karena itu aku selamat.” (HR. Muslim)
Kepada orang saleh, setan selalu mengintai untuk memukul balik menggoda kepada kesesatan. Maka senantiasa kita memohon perlindungan kepada Allah ta’alla.
Tapi dengan ketaqwaan bertambah saat Ramadhan menjadi modal dasar untuk mampu melawan godaan setan dan menekan pengaruh buruk dari hawa nafsu.
Dengan modal ini kita kemudian masuk kepada dimensi lain perjuangan kita yakni dimensi sosial. Dimana menjadi sunnatullah manusia adalah makhluk sosial yang tak bisa hidup sendirian yang konsukuensinya terikat pada urusan sosial berupa ekonomi, politik, kepemimpinan dan urusan sosial.
Dalam urusan sosial ini muncul persoalan bahwa manusia yang punya karakter dasar bernafsu buruk juga senantiasa mengambil peran dalam kehidupan sosial tadi.
Sehingga hadir sistem riba pada ekonomi, misalnya dan kesewenangan pada politik. Jika para pelakunya tak beriman maka sepenuhnya dalam kendali setan.
Akan terus ada pertarungan haq dan bathil dalam kehidupan sosial. Bahkan Allah memperjelas pertarungan haq dan bathil itu sebagai ujian Allah untuk mengetahui siapa yang beriman Allâh Azza wa Jalla berfirman:
أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لا يُفْتَنُونَ
Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: ‘Kami Telah beriman’, sedang mereka tidak diuji lagi? [al-‘Ankabût/29:2]
Dalam kisah para nabi dan Rasul kita dapat mengambil pelajaran dari tantangan dan perjuangan nabi dan shahabat sebagai pertarungan haq dan kebathilan.
Salah satunya kisah ummat Nabi Musa yang tak mau berjuang tak mau berperang hanya ingin ibadah saja lalu Allah hukum selama 40 tahun mereka terkatung-katung. Sebab wujudnya keimanan kita dalam posisi sebagai makhluk sosial yakni berjuang mengambil peran sosial, jihad, dakwah, pendidikan dan tentu yang lebih besar jihad dalam melawan kedholiman.■ bersambung/fir
*) Dari tauziah online Semarak Syawal Hidayatullah Sulsel 25 Mei 2020
TERBARU
-
Kadep Perkaderan Hidayatullah Raih Doktor di UIN Makassar. Ungkap Strategi Komunikasi Dakwah Pendiri Hidayatullah
26/11/2024 | 13:38 Wita
-
Transformasi dan Transmisi di Masa Transisi Hidayatullah
24/11/2024 | 07:58 Wita
-
Nilai dan Keutamaan Hidup Muhammad Sebelum jadi Rasul
22/11/2024 | 06:04 Wita