Minggu, 17 Mei 2020 | 04:31 Wita
Urgensinya Fase Keyatiman Dalam Tarbiyah
■ Sirah Aplikatif 003 : Drs. H. Ahkam Sumadiyana, MA, Anggota Dewan Muzakarah Pusat Hidayatullah
HidayatullahMakassar.id — Fase keyatiman, baik yatim sosiologis maupun yatim biologis yang Allah Ta’alaa telah formulasikan dalam sebuah kurikulum Pendidikan in formal, atau dapat kita simpulkan sebagai system tarbiyah bagi kedua Nabi Allah ini, Rasulullah dan Nabi Ismail, ternyata memiliki keunggulan komperatif dibandingkan dengan berbagai macam system Pendidikan yang pernah ada di dunia ini, baik sejak masa Nabi Adam As Hingga Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam.
Karena kurikulum ini mampu mendeteksi secara dini sekaligus dapat memproses dengan benar potensi dan bakat kepemimpinan manusia sehingga bisa mencapai kwalitas terbaik dibandingkan dengan manusia yang lainnya. Untuk kemudian menjadi uswah dan figure secara nyata dalam menegakkan kebenaran dan membangun peradaban dunia.
Urgensi Kurikulum Tarbiyah dalam Fase Keyatiman
Kurikulum Yatim inilah yang digunakan oleh K.H. Abdullah Said, pendiri Hidayatullah, untuk menggali kemudian memproses potensi santri yang terdiri dari yatim piatu, terlantar, miskin serta putus sekolah agar menjadi orang terbaik di zamannya.
Bahkan dengan santri apa adanya tersebut beliau memberikan istilah dan sebutan tepung ubi, untuk menjaga eksistensi dan stabilitas pendidikan dan perkaderan, agar tidak disamakan apalagi dituntut seperti santri yang berlatar belakang anak orang kaya, cerdas, rajin yang sudah yang menjadi bidikan oleh sekolah-sekolah favorit dan pesantern modern lainnya. Yang beliau istilahkan dengan tepung terigu karena memang potensi dan bakatnya dapat dibikin dan diproses menjadi seribu satu macam kue dan roti, sesuai dengan selera pembuatnya.
Tentu saja kurikulum ini terdiri dari; Tujuan pendidikan, wilayah yang jelas, Materi Ajar, Guru/murabbi, praktek langsung lapangan, Progres/laporan, Puncaknya penugasan. Kurikulum ini tidak mengenal istilah penamatan tetapi penugasan.
Nah dalam era milenial ini, seharusnya fase keyatiman dapat menjadi solusi terhadap berbagai macam polemik yang terjadi dalam dunia pendidikan baik lokal, nasional, regional dan internasional. Apalagi dunia pendidikan telah menggaungkan tentang kemerdekaan dalam belajar. Maka sekaranglah saat kita membuat skala prioritas agar tarbiyah ini dapat melahirkan generasi yang diridha Allah, aqdidah shahihah, ta’at syari’ah, tekun beribadah, berakhlaq mulia, berjama’ah propesionalisme dan merdeka.
Kurikulum pendidikan seperti inilah yang akan melahirkan karya monumental dan mu’jizati dalam membangun peradaban Islam. Karena mampu menawarkan Islam sebagai rahmatan lil’alamin dalam kehidupan jahiliyah modern dan Era milineal ini. Tentu saja ini salah satu solusi agar kita tidak termasuk orang yang Allah sebutkan dalam surah Adh-dhuhaa ayat: 9-11;
فَأَمَّا الْيَتِيمَ فَلَا تَقْهَرْ ﴿٩﴾ وَأَمَّا السَّائِلَ فَلَا تَنْهَرْ ﴿١٠﴾ وَأَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ ﴿١١﴾
Artinya; “Adapun terhadap anak yatim maka janganlah kamu berlaku sewenang-wenang. Dan terhadap orang yang minta-minta maka janganlah kamu menghardiknya. Dan terhadap ni’mat Tuhanmu maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur).
Demikian wallahu ‘alam.■
TERBARU
-
Difasilitasi BI Green House, Santri Putri Al Bayan Kembangkan Minat Berkebun
23/01/2025 | 18:25 Wita
-
Alhamdulillah.. Ketua STAI Al Bayan Tuntaskan Studi Doktoral
23/01/2025 | 06:46 Wita
-
Tausyiah Raker : “Kalau tak memiliki tak mungkin memberi.”
15/01/2025 | 17:20 Wita