Minggu, 3 Mei 2020 | 07:52 Wita

Ulama Bugis dan Pendidikan Nasional

Editor: Firman
Share

Oleh: Ilham Kadir, Dosen Universitas Muhamadiyah Enrekang

HidayatullahMakassar.id — Di hari pendidikan yang jatuh pada setiap tanggal 2 Mei tiap tahunnya, atau tepat dengan hari ini ketika saya sedang menulis artikel. Melalui tulisan singkat ini, saya tidak akan membahas masalah latar belakang sejarah kenapa hari pendidikan nasional ditetapkan hampir sama dengan hari buruh nasional.

Hanya sedikit ingin menegaskan bahwa ada golongan yang begitu besar jasanya dalam mencerdaskan kehidupan bangsa melalui pendidikan baik formal, informal, maupun non-formal, tetapi peran mereka termarjinalkan sehingga sejarah tidak banyak membicarakan mereka. Kata ‘mereka’ yang saya maksud adalah golongan para ulama.

Salah satu pokok masalahnya karena kajian-kajian dan riset tentang peran ulama memang masih terbatas. Para peneliti lebih tertarik untuk mengangkat tokoh-tokoh barat yang sekuler untuk dijadikan rujukan dalam mengembangkan teori-teori ilmu pendidikan.

Alhamdulillah, pada Hari Kamis 27 April 2017, saya telah mempertahankan sebuah hasil penelitian tingkat doktoral di Sekolah Pascasarjana Universitas Ibn Khaldun, Bogor dengan judul disertasi “Konsep Pendidikan Kader Ulama Anregurutta Muhammad As’as Al-Bugisi” di bawah bimbingan Prof. Dr. Abuddin Nata, MA., dan Prof (madya) Syamsuddin Arif, Ph.D. Dan barisan tim penguji, Prof. Dr. Didin Hafidhuddin, MS., Dr. Adian Husaini, MA., dan Dr. Mansur Abas Tamam, MA.

Abuddin Nata adalah Guru Besar nomor wahid di Indonesia yang memiliki keahlian dan kepakaran dalam sejarah pendidikan Islam, dan metodologi penelitian studi Islam sedangkan Prof. (madya) Syamsuddin Arif, MA., merupakan pakar islamologi yang menguasai banyak bahasa asing, seperti bahasa Yunani, Latin, Aramik, Yahudi, Jerman, Francis, Belanda, Inggris dan Arab. Sampai saat ini, Syamsuddin Arif adalah satu di antara dua intelektual Asia Tenggara yang memiliki kemampuan membaca dan menulis ragam bahasa asing.

Melihat tim pembimbing dan penguji di atas, maka diharapkan disertasi ini mampu menjadi bagian penting dalam mengangkat posisi ulama sebagai agen perubahan dalam dunia pendidikan di Indonesia secara umum dan Sulawesi Selatan secara khusus. Anregurutta Muhammad As’ad Al-Bugisi (1907-1952) adalah tokoh penting yang melakukan reformasi dalam dunia pendidikan Islam di Sulawesi Selatan.

Tokoh yang lahir dan pernah berguru di Haramain (Makkah-Madinah) itu sejak tiba di Sengkang, Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan pada 1928, ia langsung membuka kajian halaqah di rumahnya. Pada tahun1930 Al-Bugisi membuka lembaga pendidikan secara resmi dengan nama Madrasah Arabiyah Islamiyah Sengkang.

Dari lembaga pendidikan di atas, maka lahirlah ulama-lama hebat di Sulawesi Selatan, tujuh di antaranya paling berpengaruh, mereka adalah Ambo Dalle, pendiri Darul Dakwah Wal Irsyad (DDI) Barru; Daud Ismail, pendiri Pesantren Yasrib Soppeng; Yunus Maratan, pelanjut kepemimpinan Daud Ismail dan Anregurutta Muhammad As’ad di Sengkang; Muin Yusuf, pendiri Urwatul-Utsqa Sidrap; Marzuki Hasan, pendiri Pesantren Darul Istiqomah (Makassar, Maros, Sinjai), Lanre Said, pendiri Pesantren Darul-Huffazh Tuju-Tuju Bone, dan Hamzah Manguluang, pendiri Pesantren Babul-Khaer Bulukumba.

Tiga dari tujuh nama di atas yaitu Daud Ismail, Muin Yusuf, dan Hamzah Manguluang adalah penulis tafsir dan terjemahan Al-Qur’an yang berbahasa Bugis lengkap 30 juz.

Sungguh kita berharap agar di hari pendidikan nasional ini, kisah dan perjalanan serta perjuangan ulama agar kembali diangkat, diulas dan dijadikan rujukan dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Mari muliakan ulama. Selamat Hari Pendidikan Nasional.■

Enrekang, 2 Mei 2017.



BACA JUGA