Kamis, 30 Januari 2020 | 10:09 Wita
Tatswiib Dalam Adzan Subuh Hanya di Adzan Pertama ?
■ Konsultasi Fiqih & Muamalah, Oleh : Ustadz Abd. Qadir Mahmud, S.Pd.I, MA
HidayatullahMakassar.id — Apakah yang dimaksud dengan tatswi pada adzan subuh ? dan apakah benar hanya ada pada adzan pertama, sementara di kampong kami rata-rata satu kali adzan saja, mohon dijelaskan ustadz. Terima kasih.
Hamba Allah di Makassar
Jawaban
Alhamdulillah wasshalatu wassalamu ‘alaa Rasulillah. Saudara Wandy,Tatswiib adalah istilah yang digunakan ‘ulama untuk menyebutkan ucapan seorang muadzdzin pada saat adzan subuh “ash-Shalâtu Khairun Minan Naum” dua kali setelah mengucapkan “Haiya ‘Alal Falâh”.
At- Tatswiib disyari’atkan dan mayoritas ulama menghukuminya sunnah dalam adzan subuh dengan dasar hadits Abu Mahdzurah yang berbunyi :
فَإِنْ كَانَ صَلَاةُ الصُّبْحِ قُلْتُ الصَّلَاةُ خَيْرٌ مِنْ النَّوْمِ الصَّلَاةُ خَيْرٌ مِنْ النَّوْمِ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ
“Jika shalat Subuh aku mengucapkan : Asshalatu khairumminannaum-asshalatu khairumminannaum-Allahu Akbar-Allahu Akbar-Laa ilaaha illallah” (HR Abu Dâud An Nasâ’I dan Ahmad).
Memang terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang kapan ucapan-asshalatu khairumminannaum- itu diucapkan, Apakah diucapkan pada adzan pertama sebelum waktu Subuh tiba ataukah adzan kedua yang dilakukan setelah waktu Subuh tiba ?
Pendapat Pertama :
Menyatakan bahwa at-tatswîb dilakukan pada adzan pertama yang dikumandangkan sebelum masuk waktu Subuh. Pendapat ini didasarkan pada hadits yang diriwayatkan al-Baihaqi bahwa Ibnu Umar dahulu berkata pada adzan awal setelah al falaah ada (ucapan) : الصَّلاَةُ خَيْرٌ منَ النَّوْمِ (asshalatu khairumminannaum) dua kali.
Demikian juga dalam hadits Abu al Mahdzurah yang berbunyi:
وَإِذَا أَذَّنْتَ بِالْأَوَّلِ مِنْ الصُّبْح فَقُلْ الصَّلَاةُ خَيْرٌ مِنْ النَّوْمِِ
“Dan jika kamu beradzan di awal dari Subuh, maka ucapkanlah ” الصَّلَاةُ خَيْرٌ مِنْ النَّوْمِ.
(HR. Ahmad, Abu Daud).
Pendapat ini dipegangi oleh Al-Imam as-Shan’âni rahimahullah, juga Syaikh al-Albâni rahimahullah.
Pendapat Kedua :
Menyatakan bahwa ucapan الصَّلَاةُ خَيْرٌ مِنْ النَّوْمِ. dilakukan pada adzan Subuh artinya adzan kedua. Pendapat ini merupakan pendapat yang dikuatkan oleh Komite Fatwa Saudi Arabia (Lajna Daimah) dan juga Syaikh Muhammad bin Shâlih al-Utsaimin rahimahullah.
Beliau (syaikh al-Utsaimin rahimahullah berkata : “… dalam hadits itu, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan :
وَإِذَا أَذَّنْتَ الْأَوَّلَ لصَلاَةِ الصُّبْح
Dan jika kamu mengumandangkan adzan pertama untuk shalat Shubuh
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan tegas menyatakan, “لصَلاَةِ الصُّبْح” -yang artinya untuh shalat Shubuh- dan sebagai sudah kita ketahui bersama bahwa adzan yang dikumandangkan diakhir malam itu bukanlah adzan untuk shalat subuh, namun fungsinya sebagaimana dijelaskan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam : Untuk membangunkan orang yang tidur dan mengembalikan orang yang bangun tahajjud (supaya istirahat mempersiapkan diri shalat Shubuh).
Sementara adzan shalat Shubuh tidak akan dikumandangkan kecuali setelah fajar Shubuh terbit. Kalau adzan Shubuh dikumandangkan sebelum terbit fajar, maka adzan itu bukan adzan Shubuh, berdasarkan sabda Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam : Jika waktu shalat telah tiba, maka hendaklah salah seorang dari kalian mengumandangkan adzan.
Lebih lanjut Syaikh al-Utsaimin berkata; “Hal ini tidak masalah. Karena adzan dalam bahasa Arab bermakna pemberitahuan. Demikian juga iqamah adalah pemberitahuan.
Oleh karena itu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
بَيْنَ كُلِّ أَذَانَيْنِ صَلاَةٌ
(Antara dua adzan ada shalat sunnah). Yang dimaksud dengan dua adzan ini adalah adzan dan iqamat.
Lajnah Daimah, Komisi Fatwa kerajaan Saudi Arabia memilih pendapat ini, bahwa tatswiib dibaca pada adzan yang sudah masuk waktu. Ulama Lajnah memahami adzan awal (pertama) yang disebutkan pada hadits tentangnya adalah dinisbatkan kepada iqomah sebagai adzan kedua.
Adzan saat sudah masuk waktu itu adzan awal, sedangkan iqomah adzan kedua.
Masalah ini adalah masalah ijtihad. Kalangan ulama berbeda pendapat tentangnya. Diharapkan kaum muslimin berlapang dada dalam masalah semacam ini. Tidak boleh mencela kepada yang berbeda pendapat dengannya. Siapa yang menilai pendapat pertama lebih kuat maka silahkan ia mengamalkannya. Siapa yang menilai pendapat kedua yang lebih kuat silahkan ia mengamalkannya. Wallahu A’lam.■
TERBARU
-
Transformasi dan Transmisi di Masa Transisi Hidayatullah
24/11/2024 | 07:58 Wita
-
Nilai dan Keutamaan Hidup Muhammad Sebelum jadi Rasul
22/11/2024 | 06:04 Wita
-
Raih Belasan Medali, Atlet Tapak Suci Pesantren Ummul Quro Hidayatullah Tompobulu Terbaik di Kejurnas UINAM Cup
18/11/2024 | 05:42 Wita