Kamis, 16 Januari 2020 | 07:34 Wita

Urgensi Akal

Editor: Irfan Yahya
Share

Ngopi Peradaban, Oleh: Irfan Yahya ST MSi

HidayatullahMakassar.id — Akal, atu dalam teks arab disebut aql, kadang kita jumpai dalam Al Qur’an dalam konteks dan teks yang berbeda-beda dan memiliki makna yang berbeda pula.

Kita akan menjumpai kata ‘aqulu yang bermakna ‘memahami’ seperti yang terdapat pada surat Al Baqarah ayat 75, juga kita akan menemukan kata ta’qilun yang terdapat pada surat Al Baqarah ayat 44 yang artinya ‘berfikir’, sedangkan pada surat Ar Ruum ayat 24 kita akan menemukan kata ya’qilun yang berarti ‘mempergunakan akal’.

Dalam kenyataannya, akal bukanlah wujud yang berdiri sendiri, melainkan menyatu padu dalam jati diri manusia. Akal merupakan karunia dari Allah Ta’alah secara khusus kepada manusia, dan karena akal pula jati diri manusia dapat dibedakan dari makhluk – makhluk lainnya.

Al Qur’an memberikan gambaran pengertian terkait akal ini secara inhern, pada orang yang berakal ( Ulil Albab), dengan sejumlah kriteria positif. Dengan menyandang kriteria ulil albab tersebut manusia mampu menagkap hikmah dan pelajaran dari ummat terdahulu, mempunyai sifat kritis terhadap apa yang terjadi pada lingkungan sekitarnya, teguh mempertahankan keyakinan dan tidak bergeming dengan segala buruk rayu kemaksiatan, gemar melakukan amar ma’ruf nahyi mungkar, senantiasa taat beribadah, baik ibadah mahdah dan ibadah – ibadah sosial, yang pada akhirnya akan bermuara pada nilai – nilai tauhid, kebenaran, keadilan dan kebijakan.

Jika faktanya kemudian kita menemukan orang yang ber-akal, dan mampu melahirkan berbagai disiplin ilmu pengetahuan, tetapi dengan ilmu pengetahuan tersebut tidak berdiri dan berpihak pada nilai – nilai tauhid, kebenaran, keadilan dan kebijakan, itu berarti telah terjadi ‘pencemaran’ pada akalnya.

Dalam perspektif Islam, akal merupakan prasyarat kemanusiaan yang hakiki dan mutlak. Artinya, manusia belum dipandang sebagaimana layaknya manusia jika tidak mampu menggunakan secara sempurna akalnya. Hal ini penting, karena akal merupakan kemampuan khas manusiawi. Yang secara potensial dapat didayagunakan untuk mendeskripsikan, mentadabburi fenomena alam, melakukan penalaran dan pada akhirnya mengambil keputusan hukum dan tindakan.

Betapa pentingnya kedudukan akal dalam pandangan Islam ini, dapat kita simak pada firman Allah Ta’ala pada surat Yunus ayat 100 yang artinya; ‘ dan tidak ada seorang pun akan beriman kecuali dengan izin Allah; dan Allah melimpahkan kemurkaan kepada orang-orang yang tidak mau mempergunakan akalnya. Wallahu a’lam.
*) Ketua Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Al Bayan Hidayatullah Makassar



BACA JUGA