Kamis, 16 Januari 2020 | 12:03 Wita

Suatu Pagi dari Seorang Santri

■ Laporan : El Akhyar, Musrifah Pondok Putri Pesantren Al Bayan Hidayatullah Makassar

HidayatullahMakassar.id — “Halaqah… halaqah…” suara salah seorang pengasuh bernama Evianingsih mengingatkan santrinya.

Halaqah, sudah menjadi kegiatan wajib ba’da wirid subuh bagi santri putri Al Bayan. Bukan hanya halaqah ba’da subuh. Namun, segala aktifitas harian. Dimulai dari pukul 02.30 WITA.

“Santri dibangunkan shalat lail dari pukul 02.30. Setalah shalat lail, ada yang mandi, ada yang merapikan lemarinya, ada yang mencuci, bahkan ada yang melanjutkan mimpinya. Yah, namanya juga santri. Musti pandai-pandai memanfaatkan waktu senggang,” ujar seorang musyrifah Evianingsih

Seusai halaqah pagi. Santri langsung dikerahkan untuk kerlok (kerja lokasi). Semua santri mendapatkan bagiannya. Ada yang membersihkan asrama, halaman dan lain-lain.

Kegiatan pagi tak cukup sampai di situ. Seusai kerlok, santri diwajibkan untuk makan berjamaah di dapur.

Dengan keterbatasan waktu yang tersisa. Mereka bersegera ke sekolah untuk berbaris.

Berbaris pun masih diperiksa kelengkapan sekolahnya. Walau jarak antara sekolah dan asrama tak sampai 10 meter. “Tapi kami tanamkan. Bahwa ini sekolah, bukan tempat bermain. Kan gak elok dipandang. Sekolah kok nyeker,” kata seorang pengasuh selaku Penanggung Jawab (PJ) Departeman Tarbiyah Asrama St Halima

Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) dimulai dengan shalat dhuha. Lalu murajaah bersama di kelas. Di saat itulah para pengasuh mengecek hafalan santri di masing-masing buku tahfidz. Jika belum menyetor hafalan. Maka wajib menyetor, dan tidak diperbolehkan masuk kelas. Jika belum ada yang disetor.

“Tak apa hanya seayat. Yang penting istiqamahnya,” terang PJ Keibadahan dan Tahfidz, Musyrifah Syahrany

Sekilas kisah pagi santri Hidayatullah Al Bayan menyatukan tiga unsur. Islamiyah, Ilmiyah, dan Alamiyah. Sehingga, Al-Qur’an menjadi tolak ukur suksesnya KBM. Yuk, sekolah di Hidayatullah Al Bayan. (*)