Senin, 8 Mei 2023 | 16:09 Wita

Ciri-ciri Orang Bergelar Takwa

Editor: Humas Yayasan Al Bayan Hidayatullah Makassar
Share

Oleh : Ust Dr Abdul Aziz Qahhar Mudzakkar MSi, Dewan Pertimbangan Hidayatullah dan Ketua Dewan Pembina Yayasan Al Bayan Hidayatullah Makassar

HidayatullahMakassar.id — Salah satu inti dari ber-Ramadhan yang baru-baru kita lalui itu untuk meraih derajat taqwa dan motivasi berquran.

Sebagaimana dijelaskan dalam firmanNya.


يَا أَيُهَا الَذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيكُمُ الصِيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَذِينَ مِن قَبلِكُم لَعَلَكُم تَتَقُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kamu bertakwa” (QS. Al Baqarah: 183)

شَهرُ رَمَضَانَ الَذِي أُنزِلَ فِيهِ القُرآنُ هُدًى لِلنَاسِ وَبَيِمِنَ الوَالقَانِ

“Bulan Ramadhan adalah bulan bulan diturunkannya Al Qur’an. Al Quran adalah petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil)” (QS. Al Baqarah: 185)

Ciri-ciri orang yang takwa banyak diurai dalam Qur’an namun ada beberapa ciri yang menonjol dan utama. Di antaranya Allah jelaskan pada surah Ali Imran 133-134


۞ وَسَارِعُوْٓا اِلٰى مَغْفِرَةٍ مِّنْ رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمٰوٰتُ وَالْاَرْضُۙ اُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِيْنَۙ


الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ فِى السَّرَّۤاءِ وَالضَّرَّۤاءِ وَالْكَاظِمِيْنَ الْغَيْظَ وَالْعَافِيْنَ عَنِ النَّاسِۗ وَاللّٰهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِيْنَۚ

“Dan bersegeralah kamu mencari ampunan dari Tuhanmu dan mendapatkan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang yang berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah mencintai orang yang berbuat kebaikan,”

Disebutkan tandanya pertama, “selalu berinfak dalam keadaan lapang atau sempit”. Karena mudah berinfak itu karakter bukan soal memiliki materi atau berapa jumlahnya.

Karakter itu bahasa Arabnya akhlak, walau akhlak lebih luas maknanya. Karakter itu suatu tindakan spontan yang tak melibatkan pikiran.

Kapan berinfak telah menjadi karakter ? ketika berinfak tak lagi dipikirkan. Jika kita telah spontan memberi dan berbagi maka itu berarti telah berkarakter dan berakhlak pemurah hatinya.

Kandungan Alquran berisi dan misi terbesarnya bagaimana menjadi karakter manusia. Sebagaimana Rasulullah memiliki karakter seperti dalam al Quran.

Ketika Ibunda Aisyah radhiyallahu anha ditanya mengenai akhlak Rasulullah shallallāhu alaihi wa sallam, beliau menjawab: “Akhlak Rasulullah adalah Al Quran” (HR Ahmad)

Itulah kenapa di Hidayatullah ada program GNH (Gerakan Nawafil Hidayatullah mewajibkan kader untuk berinfak dan amalan sunnah/tambahan setiap hari) untuk membentuk karakter berinfak dan beribadah pada diri setiap kader.

Seorang ulama dan intelektual Islam Ibnu Miskawaih menjelaskan untuk membangun karakter baik pada diri seseorang dibutuhkan dua hal yakni adanya keteladanan dan pembiasaan.

Sehingga karakter itu bukan pula ilmu tapi sesuatu yang spontan. Saat ini sedang trend di lembaga pendidikan diajarkan karakter jujur tapi bagaimana bisa berhasil kalau dari presiden suka bohong dan pejabatnya banyak korupsi. Di sekolah diajarkan anak-anak tidak boleh bohong tapi di rumah ada orangtua yang enggan terima tamu lalu bisikkan ke anak “Kasih tahu bapak tidak ada di rumah.”

Maka di pendidikan parenting itu ada istilah atau rumus “Satu contoh baik dari orangtua lebih baik dari seribu nasihat.”

Itu pula kenapa santri di semua Ponpes Hidayatullah itu dipaksa bangun shalat lail tiap pukul 2 dini hari agar terbentuk pembiasaan lalu berkarakter ahli ibadah yang shalat malamnya spontan.

Ciri kedua dari orang yang bertaqwa itu “orang yang bisa menahan amarah,” Maka di bulan Syawal dan bulan-bulan seterusnya, dengan ber-Ramadhan kita diharapkan tak lagi memiliki kebiasaan mudah dan terlalu suka marah.

Menahan marah karakter luar biasa yang Rasulullah nasihatkan, karena jangan kira menahan marah itu mudah, apalagi kepada anak buah dan bawahan.


عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ  رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَجُلًا قَالَ لِلنَّبِيِّ  صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : أَوْصِنِيْ ، قَالَ : (( لَا تَغْضَبْ )). فَرَدَّدَ مِرَارًا ؛ قَالَ : (( لَا تَغْضَبْ )). رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu  bahwa ada seorang laki-laki berkata kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Berilah aku wasiat”. Beliau menjawab, “Engkau jangan marah!” Orang itu mengulangi permintaannya berulang-ulang, kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Engkau jangan marah!” [HR al-Bukhâri].

Ciri ketiga orang takwa dalam ayat di atas “dan memaafkan kesalahan orang.” Hal ini menarik karena diksi yang digunakan dalam Qur’an adalah “memaafkan” bukan “minta maaf”.

Bahwa jika kita ada kesalahan pada orang lain sangatlah penting meminta maaf tapi Qur’an menggunakan diksi memaafkan. Jadi kita lebih penting lebih utama memberikan maaf lebih dahulu sebelum orang meminta maaf.

Jadi orang beriman dan takwa itu jauh dari rasa dendam dan kebencian karena karakternya memaafkan.

Ciri lain dari orang yang bergelar takwa itu “tak akan telantar pada masalah karena Allah akan keluarkan dari masalahnya.” Allah SWT berfirman, “Barang siapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar.” (QS at-Thalaq [65]: 2).

Maka jika ada masalah yang kita hadapi lalu tak bisa diselesaikan maka sebaiknya introspeksi jangan-jangan kita belum bertakwa.

Ciri lain orang takwa akan diberi rejeki dari jalan tak diduga.

Sebagaimana janji Allah ta’ala dalam surah At Talaq Ayat 3
وَّيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُۗ وَمَنْ يَّتَوَكَّلْ عَلَى اللّٰهِ فَهُوَ حَسْبُهٗ ۗاِنَّ اللّٰهَ بَالِغُ اَمْرِهٖۗ قَدْ جَعَلَ اللّٰهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا

“dan Dia memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya. Dan barangsiapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan-Nya. Sungguh, Allah telah mengadakan ketentuan bagi setiap sesuatu.”

Maka mengapa seorang kader Hidayatullah itu berani merintis pondok pesantren dan berdakwah di mana saja. Karena Allah yang memberi rejeki di Kalimantan sama dengan Allah di Papua.

Apalagi dengan janji “Kalau menolong agama Allah maka akan ditolong” kita yakin ada rejeki dari Allah kita tak akan mengemis. Karena orang bertakwa itu akan berlimpah berkah dari Allah.


وَلَوْ اَنَّ اَهْلَ الْقُرٰٓى اٰمَنُوْا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكٰتٍ مِّنَ السَّمَاۤءِ وَالْاَرْضِ وَلٰكِنْ كَذَّبُوْا فَاَخَذْنٰهُمْ بِمَا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ

“Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan.

Ayat ini tak dipahami oleh pejabat sekarang. Untuk sejahterakan masyarakat maka beriman dan takwakan dulu masyarakat. Bukan bicara pertumbuhan atau bangun infrastruktur, lalu tidak berpikir bagaimana agar masyarakat paham Qur’an dan ramaikan masjid.(fir)

*) Disarikan dari tausiyah kelembagaan dan manhaj Mukhayyam Syawal 1444 H Al Bayan di Wadi Barakah



BACA JUGA