Sabtu, 17 September 2022 | 16:51 Wita

Peradaban Islam. Pasang Surutnya sebagai Sebuah Keniscayaan. Bag 1

Editor: Humas Yayasan Al Bayan Hidayatullah Makassar
Share

Oleh : Dr H Tasyrif Amin MPd, Ketua Dewan Murabbi Pusat Hidayatullah dan pendiri Yayasan Al Bayan Hidayatullah Makassar

OPINI, HidayatullahMakassar.id — Sejarah memastikan peradaban Islam terjadi dan akan selalu ada pasang maupun surutnya. Kadang naik kadang alami degradasi. Silih berganti peradaban itu sebuah keniscayaan.

Sebagaimana Allah ta’ala berfirman dalam surah Al A’raf 34 :

وَلِكُلِّ اُمَّةٍ اَجَلٌۚ فَاِذَا جَاۤءَ اَجَلُهُمْ لَا يَسْتَأْخِرُوْنَ سَاعَةً وَّلَا يَسْتَقْدِمُوْنَ

“Dan setiap umat mempunyai ajal (batas waktu). Apabila ajalnya tiba, mereka tidak dapat meminta penundaan atau percepatan sesaat pun.”

Tiap ummat itu ada masanya, bila tiba masanya tidak bisa dimundurkan dan dimajukan. Termasuk peradaban Islam yang pernah menghegomoni selama 10 abad.

Pada ayat yang lain di surah Ali ‘Imran : 140

إِنْ يَمْسَسْكُمْ قَرْحٌ فَقَدْ مَسَّ الْقَوْمَ قَرْحٌ مِثْلُهُ ۚ وَتِلْكَ الْأَيَّامُ نُدَاوِلُهَا بَيْنَ النَّاسِ وَلِيَعْلَمَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَيَتَّخِذَ مِنْكُمْ شُهَدَاءَ ۗ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ الظَّالِمِينَ

“Jika kamu (pada perang Uhud) mendapat luka, maka sesungguhnya kaum (kafir) itupun (pada perang Badar) mendapat luka yang serupa. Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran); dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) supaya sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada’. Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim”.

Bahwa kekuasaan Allah pergiliran di antara manusia supaya Allah lihat siapa generasi yang bisa disaksikan keimanannya dan menjadi syuhada. Maknanya Allah beri peluang untuk jadi syuhada kepada setiap ummat dan generasi.

Ketiga pada surah Ali Imran : 26 :

قُلِ اللّٰهُمَّ مٰلِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِى الْمُلْكَ مَنْ تَشَاۤءُ وَتَنْزِعُ الْمُلْكَ مِمَّنْ تَشَاۤءُۖ وَتُعِزُّ مَنْ تَشَاۤءُ وَتُذِلُّ مَنْ تَشَاۤءُ ۗ بِيَدِكَ الْخَيْرُ ۗ اِنَّكَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ

Katakanlah (Muhammad), “Wahai Tuhan pemilik kekuasaan, Engkau berikan kekuasaan kepada siapa pun yang Engkau kehendaki, dan Engkau cabut kekuasaan dari siapa pun yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan siapa pun yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan siapa pun yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sungguh, Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu

Allah memilih dan beri kekuasaan kepada siapa yang Dia kehendaki, Allah memuliakan dan hinakan yang Dia kehendaki.

Bahwa peradaban terbaik tidak akan terulang, kualitasnya hanya bisa mendekati saja dengan peradaban yang pernah dibangun Rasulullah dan shahabatnya.

Sebagaimana kepastian dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya:

خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ

“Sebaik-baik manusia ialah pada generasiku, kemudian generasi berikutnya, kemudian generasi berikutnya.” (Hadits shohih. Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no. 3651, dan Muslim, no. 2533)

Bahwa antara “maju” dan “berkembang” itu dua istilah berbeda. Saat masa Rasulullah peradaban Islam alami kemajuan. Dan kejayaannya–dengan salah satu indikator terjadinya pengembangan toritorial–terjadi pada masa shahabat dan setelahnya.

Maka dalam skala berlembaga dan berormas, termasuk kita di Hidayatullah, tidak boleh fanatik pada lembaga. Karena lembaga akan berakhir sesuai masanya.

Fanatik kita berhidayatullah itu pada hidayah Allah yakni quran dan sunnah. Karena sebesar-besarnya khilafah dengan kemuliaannya yang dipimpin Harun Al Rasyid dan mulkan Turki Utsmani Muh Al Fatih sekalipun ada ajalnya.(fir/bersambung)

*) Disarikan dari materi yang disampaikan pada Diskusi Peradaban di Masjid Ummul Quraa Hidayatullah Depok