Jumat, 16 September 2022 | 06:38 Wita

Pelajaran dari Perang Uhud. Dampak Membatah Pemimpin, Ketamakan dan Pentingnya Keterlibatan Wanita Berdakwah

Editor: Humas Yayasan Al Bayan Hidayatullah Makassar
Share

Oleh : Ust Dr Nasrullah Sapa Lc MH, Ketua DPD Hidayatullah Makassar dan pengurus MUI Sulsel

TAKLIM, HidayatullahMakassar.id — Al ibar atau pembelajaran dari kejadian-kejadian peperangan yang dilakukan Rasulullah sangat banyak. Selain pembelajaran yang telah dibahas sebelumnya, pembelajaran lainnya sebagaimana diutarakan dari Sirah Nabawiyah yang disusun Dr.Musthafa As-Siba’i yakni :

Bahwa muhalafah atau menyelisihi dan membantah perintah dari seorang pemimpin–yang mana pemimpin tersebut memiliki visi sebagai tanggungjawab kepemimpinannya–maka akan mengakibatkan kepada kehancuran, kekalahan. Sebagaimana hal tersebut terjadi pada perang Uhud.

Seorang pemimpin harus memiliki pandangan yang konverehensif atau menyeluruh terhadap apa yang dipimpinnya. Lalu kemudian seorang makmun atau yang dipimpin wajib mentaati pemimpin tersebut karena pemimpin membuat keputusan berdasarkan apa yang dilihatnya.

Maka kemudia kalau hal yang dilakukan seorang pengikut yang dipimpin membantah perintah dari kepemimpinan atas dasar hal yang dia lihat sangat sempit akan berdampak tak baik.

Contoh para pemanah yang diamanahkan Rasulullah berjaga di atas bukit Uhud. Mereka hanya melihat dari sisinya sebagai pemanah yakni mereka melihat telah menang tidak ada lagi gunanya kalau tetap tinggal di atas bukit.

Padahal Rasululla sudah memberitahukan apapun yang terjadi jangan pernah meninggalkan bukit. Sejarah memberikan pelajaran hal itu menyebabkan kekalahan.


Point selajutnya Ketamakan seseorang terhadap materi atau keinginan yang berlebihan terhadap hal bersifat materialistik, barang baju dan mobil harus bayak atau makan harus banyak.

Ketamakan itu bisa mengarahkan kepada kegagalan atau kekalahan dakwah. Sama juga terjadi pada perang Uhud. Ketika para pemanah meninggalkan tempatnya karena menginginkan ghanimah.

Begitu juga pada perang Hunain. Ketika tentara Muslim menang pada tahap pertama peperangan lalu sebagian besar pasukan terus mengejar musuh agar harta makin besar dan banyak musuh tinggalkan.

Namun musuh berbalik arah menyerang kaum muslimin maka mereka kemudian dikalahkan. Seandainya bukan karena ketegaran bersama kaum muslin yang benar keimanannya maka tidaklah berubah perang Hunain pada kemenangan yang nyata.

Begitu pula pada pergerakan dakwah. Dakwah akan dirusak maupun atsar pengaruh dakwah itu disebabkan para dai dan pendakwah ketika mereka tamak kepada dunia.

Sekarang begitu banyak dai artis, terkenal dan sebagainya. Akan tetapi ada yang kurang. Meskipun setiap saat banyak konten dakwah di berbagai platform digital akan tetapi ternyata tak signifikan dampaknya.

Karena sebagian besar dari dai yang bergelut dari dakwah ini, yang mereka lakukan bukan untuk dakwah tapi bagaimana mendapatkan pundi dan harta duniawi. Sehingga implikasinya seseorang berdakwah atas dasar pesanan dari jamaah.

Padahal harusnya apa yang dibutuhkan ummat bukan apa yang diinginkan.

Bahkan ini kemudian menjadi fenomena sangat umum dimana para dai kondang dan dai artis berlomba menaikkan tarif dakwahnya. Hal tersebut akan mengakibatkan orang yang didakwai semakin ragu pada apa yang didakwakan.

Karena sudah terpapar di kepalanya bahwa ustad itu datang karena dibayar besar. Dan menuduhnya dia tak melakukan dakwah itu di jalan Allah bahwa yang dia inginkan lebih besar niat untuk mengumpulkan pundi dunia atas nama agama, atas nama dakwah, sehingga akan semakin menjauhkan ummat dari agama Allah.

Hal seperti ini juga akan mengakibatkan ketidakpercayaan ummat termasuk kepada pendakwah yang ikhlas.


Seorang shabat wanita Rasulullah, berdirinya Nusaibah Ummu Amarah bersama suami dan anaknya melindungi Rasulullah ketika kaum muslimin bercerai berai pada perang Uhud adalah pelajaran dalil betapa pentinggnya kontribusi seorang perempuan di dalam dakwah Islam

Yang mana para wanita dibutuhkan pengorbanannya di dalam dakwah Islam. Hingga saat ini bahwa seolah-olah para pendakwah hanya laki-laki saja.

Padahal sejarah agama ini tidak pandang jenis kelamin dalam beri dakwah di jalan Allah.

Kejadian di perang Uhud pelajaran untuk masa kita saat ini. Agar para muslimah memiliki kesadaran kembali untuk ikut serta di jalan dakwah seperti saat masa Rasulullah.

Apakah tugasnya ? Berdakwah di tengah para wanita, para ibu, para istri dan untuk tumbuhkan rasa cinta kepada anak-anaknya terhadap Allah dan Rasul-nya serta berpegang teguh pada petunjuk Islam dan bekerja bekarya untuk kehidupan masyarakat yang lebih baik.

Selama dakwah ini tidak diisi oleh para da’i wanita. Ataukah mungkin ada tapi jumlahnya tak mencukupi maka dakwah ini masih akan complang, tidak seimbang.

Karena ada lebih dari setengah ummat ini para wanita muslimah tak dapatkan dakwah seharusnya.

Seorang wanita yang didakwahi laki-laki jauh berbeda. Karena laki-laki menyampaikan dakwahnya menggunakan perasaannya sebagai laki-laki.


Pada perang Uhud, Rasulullah terluka oleh senjata musuh. Ini menjadi pelajaran betapa luka juga akan didapaktan para dai yang berdakwah di jalan Allah dari sisi fisik.

Maka seorang dai akan medapatkan erbagai cobaan, salah satunya cobaan dari fisik. Dia akan dipukul dan dilukai, ditahan, dipenjarakan. Seorang dai juga harus siap akan ancaman pembunuhan.

Sesuai firman Allah “Apakah manusia mengira akan dibiarkan saja setelah mengaku telah beriman, padahal mereka belum diuji.” Bahwa Alllah pasti memberikan cobaan kepada ummat yang menyatakan telah beriman.

Jadi seorang mujahid dan dai pasti mendapatkan ujian atas dakwahnya.(fir)

*) Disarikan dari Taklim Rutin di Masjid Umar Al Faruk Yayasan Al Bayan Pesantren Hidayatullah Makassar

Saksikan pula di chanel Al Bayan Media TV

https://www.youtube.com/watch?v=CqExtFXjeRI