Selasa, 5 Juli 2022 | 06:24 Wita

Ibadah Qurban, Hewan Qurban dan Ketentuannya. Bag 2

Editor: Firman
Share

■ Oleh : Ust Abd Qadir MahmudKadep Dakwah Layanan Ummay Yayasan Al Bayan Hidayatullah Makassar

HidayatullahMakassar.id –– Dalam Al-Qur’an surat Al-Hajj: 34, Allah subhanahu wata’ala berfirman:
وَلِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنسَكًا لِّيَذْكُرُوا۟ ٱسْمَ ٱللَّهِ عَلَىٰ مَا رَزَقَهُم مِّنۢ بَهِيمَةِ ٱلْأَنْعَٰمِ ۗ فَإِلَٰهُكُمْ إِلَٰهٌ وَٰحِدٌ فَلَهُۥٓ أَسْلِمُوا۟ ۗ وَبَشِّرِ ٱلْمُخْبِتِينَ

“Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzekikan Allah kepada mereka, maka Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah)”

Yang dimaksud Bahiimatul Al An’aam (hewan ternak tertentu) pada firman Allah tersebut di atas yaitu onta, sapi atau kerbau (Ibnu Mundzir berkata, “Para ulama bersepakat bahwa hukum kerbau sebagaimana hukum sapi.”) kemudian kambing atau domba dan tidak boleh selain itu.

Yang paling dianjurkan pada hewan qurban adalah:
1) Yang paling gemuk dan sempurna.
2) Boleh berqurban dengan hewan betina, akan tetapi berkurban dengan hewan jantan lebih utama dari hewan betina.

3) Hewan qurban yang lebih utama adalah unta, kemudian sapi, kemudian kambing, namun satu ekor kambing lebih baik daripada kolektif dalam sapi atau unta.

4) Dan tidak mengapa menyembelih hewan yang telah dikebiri, sebagaimana yang telah diriwayatkan dari Abu Rafi’ radhiyallahu ‘anhu, dia berkata;
ضَحَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكَبْشَيْنِ أَمْلَحَيْنِ مَوْجِيَّيْنِ خَصِيَّيْنِ

Rasulullah berkurban dengan dua kambing kibas berwarna putih bercampur hitam dan dikebiri. (HR. Ahmad).

Seekor kambing hanya untuk qurban satu orang dan boleh pahalanya diniatkan untuk seluruh anggota keluarga meskipun jumlahnya banyak atau bahkan yang sudah meninggal dunia.
كَانَ الرَّجُلُ فِي عَهْدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُضَحِّى بِالشَّاةِ عَنْهُ وَعَنْ أَهْلِ بَيْتِهِ

”Pada masa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam ada seseorang (suami) menyembelih seekor kambing sebagai qurban bagi dirinya dan keluarganya.” (HR. At-Tirmidzi dan Ibnu Majah dan dishahihkan Al-Albani).

Seekor sapi boleh dijadikan qurban untuk 7 orang. Sedangkan seekor unta untuk 10 orang (pendapat lain mengatakan 7 orang). Dari Ibnu Abbas radhiyallahu’anhu beliau mengatakan;
كُنَّا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فِى سَفَرٍ فَحَضَرَ الأَضْحَى فَاشْتَرَكْنَا فِى الْبَقَرَةِ سَبْعَةً وَفِى الْبَعِيرِ عَشَرَةً

”Dahulu kami penah bersafar bersama Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam lalu tibalah hari raya Idul Adha maka kami pun berserikat sepuluh orang untuk qurban seekor unta. Sedangkan untuk seekor sapi kami berserikat sebanyak tujuh orang.”(HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah. Syaikh Al-Bani mengatakan hadits ini shahih).

Orang yang ikut urunan qurban sapi atau unta, masing-masing boleh meniatkan untuk dirinya dan keluarganya. Sebagaimana dalam fatwa Al Lajnah Ad Da-imah (Komite Fatwa Saudi Arabia); “Unta dan sapi dibolehkan untuk tujuh orang. Setiap tujuh orang itu boleh meniatkan untuk dirinya sendiri dan anggota keluarganya.”

Adapun yang harus diperhatikan baik-baik dari hewan tersebut adalah
a). Umur yang disyaratkan bagi hewan qurban
Dalam Bulughul Marom dinukilkan hadits dari Jabir radiyallahu ‘anhu, dia berkata;
قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – – “لَا تَذْبَحُوا إِلَّا مُسِنَّةً, إِلَّا أَنْ يَعْسُرَ عَلَيْكُمْ فَتَذْبَحُوا جَذَعَةً مِنَ اَلضَّأْنِ” – رَوَاهُ مُسْلِم ٌ

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah kalian menyembelih kecuali musinnah. Kecuali jika terasa sulit bagi kalian, maka sembelihlah jadza’ah dari domba.” (HR. Muslim).

Menurut para ulama fiqhi musinnah dari unta adalah unta yang telah genap lima tahun, musinnah sapi adalah yang telah berusia dua tahun, musinnah kambing adalah yang telah berusia satu tahun. Adapun Jadza’ah untuk domba adalah yang telah berusia enam hingga satu tahun.

b). Selamatnya hewan dari cacat yang menghalanginya sebagai hewan sembelihan qurban.

Salah satu yang menjadi syarat sehingga hewan dapat dijadikan sebagai sembelihan qurban adalah selamat dari cacat. Adapun cacat hewan yang dapat menyebabkan terhalang sebagai hewan kurban dibagi menjadi 3, yaitu;

1). Cacat yang menyebabkan tidak sahnya sebagai qurban. Hal ini ditunjukkan dalam Kitab Bulughul Maram hadits dari Bara’ bin ‘Azib, ia berkata;”Rasulullah pernah berdiri ditengah-tengah kami dan berkata;


أَرْبَعَةٌ لَا يَجْزِينَ فِي الْأَضَاحِيِّ : العَوْرَاءُ البَيِّن عَوْرُهَا و الـمَرِيضَةُ البَيِّنُ مَرَضُهَا و العَرجَاءُ البَيِّنُ ظَلْعُهَا وَ الكَسِيرَةُ الَّتِي لَا تُنْقِي رَوَاهُ اَلْخَمْسَة ُ . وَصَحَّحَهُ اَلتِّرْمِذِيُّ, وَابْنُ حِبَّان َ

“Ada empat cacat yang tidak dibolehkan pada hewan kurban: (1) buta sebelah dan jelas sekali kebutaannya, (2) sakit dan tampak jelas sakitnya, (3) pincang dan tampak jelas pincangnya, (4) sangat kurus sampai-sampai tidak punya sumsum tulang.”

Dikeluarkan oleh yang lima (HR. Tirmidzi, An-Nasa’i, Ibnu Majah, Abu Dawud, dan Ahmad). Dishahihkan oleh Tirmidzi dan Ibnu Hibban.

Hadits di atas menunjukkan bahwa jika di antara empat cacat tersebut ditemukan, maka hewan tersebut tidak sah dijadikan qurban.

1. Buta sebelah yang jelas butanya, yang dimaksud adalah buta yang sampai nampak matanya keluar atau tercungkil. Sedangkan jika kedua matanya buta, itu jelas lebih parah.

2. Sakit yang jelas sakitnya, artinya sakit yang nampak sakitnya yang menyebabkan tambah kurus dan kualitas daging menurun.

3. Pincang dan tampak jelas pincangnya. Berkaitan dengan pincang adalah bagian kaki atau tangan terpotong. Jelas hal ini tidak sah karena sudah melebihi pincang. Termasuk juga dalam hal ini jika ada bagian yang cacat dan membuat sulit berjalan karena ada penyakit.

4. Sangat kurus hingga tidak memiliki sumsum tulang. Adapun jika tidak terlalu kurus dan masih memiliki daging pada tulangnya, maka tidak sampai membuat cacat.

2). Cacat yang menyebabkan makruh untuk dijadikan hewan qurban adalah sebagaimana yang disebutkan dalam hadits dari ‘Ali bin Abi Thalib, ia berkata;
أَمَرَنَا رَسُولُ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – أَنْ نَسْتَشْرِفَ اَلْعَيْنَ وَالْأُذُنَ, وَلَا نُضَحِّيَ بِعَوْرَاءَ, وَلَا مُقَابَلَةٍ, وَلَا مُدَابَرَةٍ, وَلَا خَرْمَاءَ, وَلَا ثَرْمَاءَ” – أَخْرَجَهُ أَحْمَدُ, وَالْأَرْبَعَة ُ. وَصَحَّحَهُ اَلتِّرْمِذِيُّ, وَابْنُ حِبَّانَ, وَالْحَاكِم

“Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memerintahkan kepada kami supaya memperhatikan mata dan telinga (hewan kurban), agar jangan sampai yang jadi hewan kurban adalah yang buta sebelah.

Jangan sampai yang jadi hewan kurban adalah muqobalah (yang terpotong telinganya dari depan), atau pula mudabarah (yang terpotong telinganya dari belakang).

Atau jangan sampai telinganya berlubang, dan jangan pula gigi depannya ompong. Diriwayatkan oleh Ahmad dan penulis kitab sunan yang empat (Abu Daud, Ibnu Majah, Tirmidzi dan An Nasai). Imam Tirmidzi, Ibnu Hibban dan Al Hakim menshahihkannya.

Hadits di atas menunjukkan cacat yang makruh pada hewan qurban, meskipunn tetap sah untuk dijadikan hewan qurban.

Contoh lain cacat yang masih dimakruhkan adalah: Sebagian atau keseluruhan telinganya terpotong, Tanduknya pecah atau patah, Ekor terputus atau sebagiannya, Gigi ompong atau tanggal gigi depannya.

3). Cacat yang membuat hewan qurban kurang sempurna. Cacat hewan yang boleh atau sah dijadikan sebagai hewan kurban akan tetapi kurang sempurna adalah sebagaimana yang disebutkan dalam Ensiklopedi Fiqh Empat Madzhab dikatakan;

“Ulama hambali mengatakan, … boleh berqurban dengan hewan Jamak, yaitu hewan yang tidak memiliki tanduk sejak lahir. Boleh juga dengan Sha’a, yaitu hewan yang telinganya sangat kecil atau tidak punya telinga sejak lahir. Juga dibolehkan qurban dengan Bathra’, yaitu hewan yang tidak memiliki ekor sejak lahir”. Hal yang sama juga disampaikan oleh Ibnu Qudamah.

Semoga Allah memudahkan kita untuk berqurban.■ Bersambung