Senin, 4 Juli 2022 | 22:01 Wita

Ibadah Qurban, Syariat dan Hukumnya. Bag 1

Editor: Firman
Share

■ Oleh : Ust Abd Qadir Mahmud MA, Kadep Dakwah Layanan Ummat Yayasan Al Bayan Hidayatullah Makassar

HidayatullahMakassar.id — Hari raya Idhul Adha yang sebentar lagi akan datang dikenal dengan Yaumun Nahr, istilah ini merupakan tafsiran jumhur ulama terhadap firman Allah subhanahu wata’ala dalam QS. Al-Kautsar: 2
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
“Dirikanlah shalat dan berqurbanlah (an nahr).”

Para ulama menjelaskan, bahwa di antara tafsiran ayat di atas adalah “dan berqurbanlah pada hari raya idul adha (yaumun nahr).” Di antara ulama yang berpendapat seperti ini di antaranya; Qatadah, Atha’ dan Ikrimah.

Dalam istilah ilmu fiqih hewan qurban biasa disebut dengan nama Al Udh-hiyah yang bentuk jamaknya Al Adhaahi.

Qurban atau udhiyah merupakan bagian dari syari’at Islam dan merupakan ibadah serta pendekatan diri kepada Allah.

Qurban juga dilakukan dalam rangka mengikuti ajaran Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kaum muslimin sesudah beliau pun melestarikan ibadah mulia ini.

Hukum Berqurban

Para ulama berbeda pendapat dalam masalah hukum udhiyah (qurban). Sebahagian ulama menghuklumi menyembelih hewan qurban hukumnya wajib.

Di antara ulama yang berpendapat demikian adalah Abu Hanifah, Imam Ahmad dalam salah satu pendapatnya, Al-Auza’i dan, sebahagian pengikut Madzhab Imam Malik.

Pendapat ini pula yang dipegangi oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan Syaikh Al-‘Utsaimin. Dalil yang mereka gunakan adalah hadits Abu Hurairah yang dihasankan oleh Syaikh Al-Albani, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang berkelapangan (harta) namun tidak mau berqurban maka jangan sekali-kali mendekati tempat shalat kami.” (HR. Ibnu Majah dan Al Hakim).

Sebahagian lagi ulama berpendapat hukumnya sunnah. Mereka berdalil dengan hadits dari Abu Mas’ud Al Anshari radhiyallahu ‘anhu.

Beliau mengatakan, “Sesungguhnya aku sedang tidak akan berqurban. Padahal aku adalah orang yang berkelapangan. Itu kulakukan karena aku khawatir kalau-kalau tetanggaku mengira qurban itu adalah wajib bagiku.” (HR. Abdur Razzaq dan Baihaqi dengan sanad shahih).

Dan ini adalah pendapat mayoritas ulama yaitu Malik, Syafi’i, Ahmad, Ibnu Hazm dan lain-lain. Dalam Fiqhussunah dinukilkan ucapan Ibnu Hazm, bahwa; “Tidak ada riwayat sahih dari seorang sahabatpun yang menyatakan bahwa qurban itu wajib.”

Dari dua pendapat di atas yang rajih (kuat) insya Allah, bahwa hukum udhiyah (qurban) adalah sunnah muakkad (yang amat dianjurkan) menurut mayoritas ulama, dan sudah selayaknya bagi orang yang mampu untuk tidak meninggalkan berqurban.■ Bersambung