Rabu, 29 Juni 2022 | 07:40 Wita

Karunia Itu Bernama Dzulhijjah

Editor: Firman
Share


■ Oleh : Ust Abd Qadir Mahmud MAWakil Ketua STAI Al Bayan dan Kadep DLU Yayasan Al Bayan Hidayatullah Makassar

HidayatullahMakassar.id — Sesaat lagi kaum muslimin di seluruh dunia akan kembali dipertemukan dengan salah satu bulan dari empat bulan-bulan haram.

Sebagaimana yang dikabarkan oleh Allah subhanahu wata’ala dalam QS. At-Taubah: 36
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِينَ كَافَّةً كَمَا يُقَاتِلُونَكُمْ كَافَّةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ

“Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi. Di antaranya empat bulan haram. Itulah agama yang lurus, maka janganlah kamu menzhalimi dirimu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana mereka memerangi kalian semuanya. Dan ketahuilah bahwasanya Allah bersama orang-orang yang bertaqwa.”

Kemudian dalam hadits dari Abu Bakrah, Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda;
الزَّمَانُ قَدِ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ ، السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا ، مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ، ثَلاَثَةٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ ، وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِى بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ

”Setahun berputar sebagaimana keadaannya sejak Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun itu ada dua belas bulan. Di antaranya ada empat bulan haram (suci). Tiga bulannya berturut-turut yaitu Dzulqo’dah, Dzulhijjah dan Muharram. (Satu bulan lagi adalah) Rajab Mudhor yang terletak antara Jumadal (akhir) dan Sya’ban.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Di antara keutamaan yang telah Allah tetapkan bagi bulan-bulan haram ini adalah dilipatgandakannya pahala bagi seorang yang mengerjakan amalan shalih, sehingga seorang hamba akan lebih giat melakukan amalan kebaikan pada bulan-bulan tersebut.

Demikian halnya dengan bulan Dzulhijjah yang merupakan salah satu dari empat bulan haram tersebut.

Hal ini ditunjukkan dalam hadits dari Ibnu Abbas, Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهَا أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ هَذِهِ الأَيَّامِ ». يَعْنِى أَيَّامَ الْعَشْرِ. قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَلاَ الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ « وَلاَ الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ إِلاَّ رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَىْءٍ ».

“Tidak ada satu amal sholeh yang lebih dicintai oleh Allah melebihi amal sholeh yang dilakukan pada hari-hari ini (yaitu 10 hari pertama bulan Dzul Hijjah).

Para sahabat bertanya: Tidak pula jihad di jalan Allah? Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: Tidak pula jihad di jalan Allah, kecuali orang yang berangkat jihad dengan jiwa dan hartanya namun tidak ada yang kembali satupun”. (HR. Abu Daud. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih).

Terkait dengan hadits ini Ibnu Rajab Al Hanbaly berkata:
وإذا كان أحب إلى الله فهو أفضل عنده

“Apabila sesuatu itu lebih dicintai oleh Allah, maka sesuatu tersebut lebih afdhal di sisi-Nya.”

Sehingga boleh jadi amalan yang biasa saja dapat menjadi amalan yang utama karena dilaksanakan pada waktu yang afdhal, karena amalan yang dilakukan di waktu yang afdhal untuk beramal akan memiliki pahala berlebih karena pahalanya yang akan dilipatgandakan.

Paling tidak ada 3 hal yang menjadi bukti keutamaan 10 awal bulan Dzulhijjah;

1. Rasulullah menerima berita disempurnakannya Agama Islam pada Awal bulan Dzulhijjah. Diriwayatkan bahwasanya seorang ulama Yahudi berkata kepada Umar bin Khattab;

“Wahai Amiirul Mu’miniin, tahukah engkau satu ayat dalam kitab suci kalian yang kalian baca, yang jika seandainya ayat itu turun kepada kami maka kami akan jadikan hari turunnya ayat tersebut sebagai hari raya.”

Umar bertanya, “Ayat apakah itu?” Sang Yahudi itu membacakan ayat tersebut, “Al yauma akmaltu lakum diinakum wa atmamtu ‘alaikum ni’matiy wa radhitulakumul Islaama diinaa….”.

Umar pun berkata, “Sungguh kami telah mengetahui di mana dan kapan ayat itu turun. Ayat itu turun pada saat Nabi sedang berada di padang Arafah di hari Jum’at.” (HR. Al Bukhari).

Berdasarkan riwayat dari Umar bin Khattab ini, para ulama sepakat bahwa ayat dalam QS Al-Maidah: 3 yang berbunyi;

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا

“Pada hari ini telah Aku sempurnakan bagi kalian agama kalian, dan telah Aku sempurnakan nikmat-Ku atas kalian, dan Aku telah meridhai Islam itu agama bagi kalian.” ayat itu turun di bulan Dzulhijjah saat haji wada’ di hari Arafah.

2. Bulan Dzulhijjah merupakan pertemuan akbar kaum Muslimin seluruh dunia yang sedang melaksanakan haji yang puncaknya terjadi pada tanggal 9 Dzulhijjah saat mereka wukuf di Padang Arafah.

3. Adanya hari Arafah yang merupakan kekhususan bagi kaum Muslimin, dan mempunyai keutamaan yang sangat luar biasa;

Keutamaan hari Arafah dibandingkan dengan hari-hari lainnya. Diriwayatkan dari Anas bin Malik, ia berkata, “Hari ‘Arafah lebih utama dari 10.000 hari.”’Atho’ berkata, “Barangsiapa berpuasa pada hari ‘Arofah, maka ia mendapatkan pahala seperti berpuasa 2000 hari.

Hari Arafah merupakan hari pengampunan dosa dan pembebasan dari api neraka. Dalam hadits dari ‘Aisyah, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا مِنْ يَوْمٍ أَكْثَرَ مِنْ أَنْ يُعْتِقَ اللَّهُ فِيهِ عَبْدًا مِنَ النَّارِ مِنْ يَوْمِ عَرَفَةَ وَإِنَّهُ لَيَدْنُو ثُمَّ يُبَاهِى بِهِمُ الْمَلاَئِكَةَ فَيَقُولُ مَا أَرَادَ هَؤُلاَءِ

“Di antara hari yang Allah banyak membebaskan seseorang dari neraka adalah hari Arafah. Dia akan mendekati mereka lalu akan menampakkan keutamaan mereka pada para malaikat. Kemudian Allah berfirman: Apa yang diinginkan oleh mereka?”(HR. Muslim).

Keutamaan berpuasa pada hari Arafah. Dari Abu Qotadah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِى بَعْدَهُ وَصِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ

“Puasa Arafah (9 Dzulhijjah) dapat menghapuskan dosa setahun yang lalu dan setahun akan datang. Puasa Asyuro (10 Muharram) akan menghapuskan dosa setahun yang lalu” (HR. Muslim). Dari hadits ini dapat difahami bahwa puasa Arafah menghapuskan dosa selama dua tahun.

Dengan seluruh kautamaan 10 awal bulan Dzulhijjah tersebut, maka beberapa amalan yang disyari’atkan pada hari-hari tersebut diantaranya;

1. Melakukan Amal Shaleh.

Keutamaan sepuluh hari awal Dzulhijah berlaku untuk amalan apa saja, tidak terbatas pada amalan tertentu. Baik amalan-amalan rutin yang diwajibkan seperti shalat dan haji bagi yang mampu.

Demikian pula amalan-amalan yang sunnah seperti shalat-shalat sunnah, sedekah, dzikir, membaca Al Qur’an, dan amalan shalih lainnya. Hal ini didasarkan pada keumuman hadits dari Ibnu Abbas yang mana Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,

مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهَا أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ هَذِهِ الأَيَّامِ ». يَعْنِى أَيَّامَ الْعَشْرِ

“Tidak ada satu amal sholeh yang lebih dicintai oleh Allah melebihi amal sholeh yang dilakukan pada hari-hari ini (yaitu 10 hari pertama bulan Dzul Hijjah)_.

2. Bertakbir, bertahlil dan bertahmid.

Salah satu amalan yang disyari’atkan di 10 awal bulan Dzulhijjah adalah melakukan takbir, tahlil dan tahmid. Hal ini ditunjukkan dalam sebuah hadits dari Ibnu Umar,
عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم: “ما مِنْ أَيْامٍ أَعْظَمَ عِنْدَ اللَّهِ وَلَا أَحَبَّ إِلَيْهِ العملُ فِيهِنَّ، مِنْ هَذِهِ الْأَيْامِ الْعَشْرِ، فَأَكْثِرُوا فِيهِمْ مِنَ التَّهْلِيلِ وَالتَّكْبِيرِ وَالتَّحْمِيدِ”

“Dari Ibnu Umar yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Tiada suatu hari pun yang lebih besar di sisi Allah, dan yang lebih disukai untuk dilakukan amal di dalamnya selain hari-hari yang sepuluh ini. Maka perbanyaklah oleh kalian di hari-hari ini membaca tahlil, takbir, dan tahmid” ( HR. Ahmad).

Bertakbir di 10 Awal bulan Dzulhijjah ada dua;
A. Takbir Muthlaq yang dimulai 1 Dzulhijjah
لِّيَشْهَدُوا۟ مَنَٰفِعَ لَهُمْ وَيَذْكُرُوا۟ ٱسْمَ ٱللَّهِ فِىٓ أَيَّامٍ مَّعْلُومَٰتٍ

Supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan.. [QS. Al-Hajj: 28].

Ibnu ‘Abbas berkata, “Berdzikirlah kalian pada Allah di hari-hari yang ditentukan pada ayat ini, yaitu 10 hari pertama Dzulhijah [tanggal 1-10 Dzulhijjah].

Imam Al-Bukhari menyebutkan; bahwa Ibnu ‘Umar dan Abu Hurairah pernah keluar ke pasar pada sepuluh hari pertama Dzulhijah, lalu mereka bertakbir, lantas manusia pun ikut bertakbir. Muhammad bin ‘Ali pun bertakbir setelah shalat sunnah, disunnahkan untuk mengangkat (mengeraskan) suara ketika bertakbir di pasar, jalan-jalan, masjid dan tempat-tempat lainnya.

B. Takbir Muqayyad Setelah 10 Awal Dzulhijjah

Hal ini didasarkan pada firman Allah dalam QS. Al-Baqarah: 203
وَٱذْكُرُوا۟ ٱللَّهَ فِىٓ أَيَّامٍ مَّعْدُودَٰتٍ

Dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah dalam beberapa hari yang berbilang.
وَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ وَاذْكُرُوا اللَّهَ فِى أَيَّامٍ الْمَعْدُودَاتُ أَيَّامُ التَّشْرِيقِ .

“Dan berkata Ibnu Abbas; “Bahwa berdzikir dalam beberapa hari yang berbilang adalah hari tasyriq

3. Berpuasa

Di antara amalan yang dianjurkan di awal Dzulhijah adalah amalan puasa. Dalam sebuah hadits riwayat Abu Daud dari Hunaidah bin Kholid, dari istrinya, beberapa istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan,
عَنْ بَعْضِ أَزْوَاجِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَصُومُ تِسْعَ ذِى الْحِجَّةِ وَيَوْمَ عَاشُورَاءَ وَثَلاَثَةَ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ أَوَّلَ اثْنَيْنِ مِنَ الشَّهْرِ وَالْخَمِيسَ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa pada sembilan hari awal Dzulhijah, pada hari ‘Asyura’ (10 Muharram), berpuasa tiga hari setiap bulannya.

Hadits ini menunjukkan disyari’atkannya berpuasa selama hari-hari diawal bulan Dzulhijjah, jika tidak mampu maka hendaklah berpuasa beberapa hari dalam hari-hari tersebut dan andaipun dari beberapa hari.

Maka jangan pernah meninggalkan berpuasa pada tanggal 9 Dzulhijjah (puasa Arafah).Dalam sebuah hadits dari Abu Qotadah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِى بَعْدَهُ وَصِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ

“Puasa Arafah dapat menghapuskan dosa setahun yang lalu dan setahun akan datang. Puasa Asyuro (10 Muharram) akan menghapuskan dosa setahun yang lalu.” (HR. Muslim).

Hadits ini menunjukkan keutamaan berpuasa pada tanggal 9 Dzulhijjah, yaitu dapat menggugurkan dosa-dosa kecil selama dua tahun.

4. Berqurban

Menyembelih qurban adalah suatu ibadah yang mulia dan bentuk pendekatan diri pada Allah, bahkan seringkali ibadah qurban digandengkan dengan ibadah shalat. Allah Ta’ala berfirman,
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ

“Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berqurbanlah.” (QS. Al Kautsar: 2)
Menurut Ibnu ‘Abbas, juga menjadi pendapat ‘Atho’, Mujahid dan jumhur (mayoritas) ulama.
قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

“Katakanlah: sesungguhnya shalatku, nusuk-ku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam.” (QS. Al An’am: 162).

Sebahagian ulama mengatakan bahwa bahwa makna an nusuk adalah segala sesuatu yang mendekatkan diri pada Allah ‘azza wa jalla, namun umumnya digunakan untuk sembelihan.

Dan di antara ulama yang menafsirkan an nusuk sebagai sembelihan adalah, Ibnu ‘Abbas, Sa’id bin Jubair, Mujahid dan Ibnu Qutaibah.

Bahkan penulis shahih fiqhussunnah menyebutkan bahwa berqurban lebih baik daripada bersedekah dengan uang yang semisal dengan hewan qurban.

Semoga Allah senantiasa memudahkan kita untuk melakukan amal-amal shaleh. Wallahu a’lam bish shawwab