Kamis, 19 Mei 2022 | 09:35 Wita

Sistematika Wahyu – Allah dan Rasulullah Memulai dari Iqra’

Editor: Firman
Share

Oleh : Ust Drs H Ahkam Sumadiyana MA, Instruktur Nasional Hidayatullah

HidayatullahMakassar.id — Mengapa Manhaj Sistematika Wahyu atau Manhaj Tartiib Nuzuuli dimulai dari surah Al-Alaq ayat 1-5. Atau dengan kata lain bukan dimulai dari ayat dan surah yang lain dalam Al-qur’an. Pertanyaan kritis semacam ini pada akhirnya akan sampai kepada kita semua.

Pertanyaan seperti inilah oleh KH Abdullah Said Rahimahullahu Ta’alaa sering dilontarkan secara dialektis dalam taujihnya, bahkan dengan nada yang cukup serius dengan harapan semoga Allah SWT berkenan memberikan petunjuk, inspirasi dan apa saja yang diperlukan sebagai jawaban atas pertanyaan mendasar tersebut diatas.

Pertanyaan lainnya ‘Mengapa bukan surah Al-Fathihah sebagai wahyu pertama’ surah yang sangat agung yang mencakup seluruh isi al-Qur’an, atau ayat-ayat dan surah tentang pentingnya kekuasaan atau politik, kemandirian ekonomi, stabilitas keamanan bahkan pentingnya penegakkan hukum misalnya.

Sayangnya untuk mendapatkan jawaban dari pertanyaan tersebut terutama dari kalangan ulama salaf maupun ulama khalaf masih sangat sedikit, khususnya yang menulis tentang hikmah dan keutamaan Tertib Nuzuuli sebagai manhaj shahihah.

Namun demikian melalui mujahadah KH Abdullah Said Rahimahullahu Ta’alaa dengan semangat belajar, ketekunan dan keikhlasan beribadah kepada Rabb serta kerja keras yang tidak mengenal lelah pada akhirnya bimbingan Allah ta’ala menghampirinya melalui hadits Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam sebagai berikut;
أَبْدَأُ بِمَا بَدَأَهُ اللهُ بِهِ (رواه مسلم و أحمد و النسائي)

“Aku memulai sebagaimana Allah Ta’alaa memulainya” [HR.Ahmad, Muslim, Nasa’i].

Hadits di atas berkaitan dengan cara memulai sa’i dalam ibadah haji, tetapi lafadh hadits di atas dapat digunakan sebagai ibrah (pelajaran) untuk kasus-kasus lain yang bersifat umum. Meskipun hadits ini berkenaan dengan manasik haji, namun substansinya mencakup semua masalah yang relevan dalam melaksanakan ajaran Islam.

Kaidah usul fiqh menyebutkan: “al-ibrotu bi umumil lafdzi, laa bi khususis sabab”

العبرة بعموم اللفظ لا بخصوص السبب

“Hukum yang diambil dalam al-Qur’an adalah berdasarkan keumuman lafazh, bukan kekhususan sebab”. [Dr. Musthafa al-Khin, Dr. Musthafa al-Bugha, Ali As-Syuraihiy, al-Fiqh al-Manhaji ‘ala Madzhab al-Imam as-Syafi’i, Damaskus: Dar al-Qalam, cet. 4, 1992/1413 H.Jilid 6, hal. 23.]

Demikianlah dinamika atau perubahan itu sengaja Allah ta’ala dan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mencontohkannya secara sistemik dan sistematis. Ibarat mengeja huruf hijaiyah senantiasa dimulai dari Alif sampe yaa, begitu pula ketika menghitung angka-angka maka harus dimulai dari angka 0, 1, 2, 3 sampai angka 10 bahkan 100.

Pelajaran yang dapat kita ambil dari perubahan bangsa Arab jahiliyah menuju peradaban Islam adalah sebuah proses yang diawali dengan turunnya surah al-Alaq ayat 1-5. Tentu saja surah dan ayat yang mulia ini memiliki paradigma yang sangat istimewa sekaligus memiliki semua persyaratan yang diperlukan untuk melakukan perubahan khususnya untuk membangun peradaban manusia.

Paradigma Diperlukan dalam Perubahan

Pertama, adalah paradigma Ilmu, Tauhid dan Niat yang benar. Sebagai syarat agar perjuangan dan perubahan dapat berjalan secara dinamis sistemik dan sistematis. Sedangkan paradigma inilah yang terdapat dalam ayat pertama surah al-Alaq sebagai berikut;

اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ ﴿١﴾

“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan” [Al-Alaq:1].

Melalui ayat pertama inilah bangsa jahiliyah sudah dapat memperoleh ilmu pengetahuan, keyakinan, keikhlasan serta optimisme dalam menatap masa depan.

Kedua, adalah paradigma sebagai landasan Islam, karena dalam surah al-Alaq ayat 1-5 ini mengenalkan tentang eksistensi Allah sebagai Rabb sekaligus sebagai pemberi wahyu, kemudian menurunkan wahyu al-qur’an sebagai dinul Islam yaitu agama yang haq bagi manusia, puncaknya mengutus Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam kepada seluruh manusia dan rahmat bagi seluruh alam semesta.

Landasan Islam ini kemudian diperkuat dengan hadits Nabi shallallahu alaihi wa sallam sebagai berikut; Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ذَاكَ إِذَا قِيْلَ لَهُ فِي القَبْرِ: مَنْ رَبُّكَ؟ وَمَا دِيْنُكَ؟ وَمَنْ نَبِيُّكَ؟ فَيَقُوْلُ: رَبِّيَ اللهُ، وَدِيْنِي الإِسْلاَمُ، وَنَبِيِّيْ مُحَمَّدٌ، جَاءَنَا بِالبَيِّنَاتِ مِنْ عِنْدِ اللهِ، فَآمَنْتُ بِهِ وَصَدَّقْتُ. فَيُقَالُ لَهُ: صَدَقْتَ، عَلَى هَذَا عِشْتَ، وَعَلَيْهِ مِتَّ، وَعَلَيْهِ تَبْعَثُ

Artinya; “Jika ditanyakan dalam kubur, siapa Rabbmu, apa agamamu, siapa nabimu. Ia akan mengatakan, “Rabbku Allah, agamaku Islam, Nabiku Muhammad. Datang kepada kami penjelasan dari sisi Allah. Aku mengimani dan membenarkannya. Maka ada yang mengatakan padanya, “Kamu benar. Dengan hal ini engkau hidup, engkau mati, dan engkau dibangkitkan pada hari kiamat.” [Dikeluarkan oleh Ath-Thabary dari jalur Adam bin Abu Iyas, dari Hamad bin Salamah dengannya dengan sanad yang hasan. Lihat tahqiq Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 4:615].

Kemudian secara bertahap dan konsinyering wahyu itu diajarkan dan diaplikasikan dalam kehidupan ummat Islam melalui Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam;

عن خالد بن دينار قال : قال لنا أبو العالية : تعلموا القرآن خمس آيات » فإن النبي صلى الله عليه وسلم كان يأخذه من جبريل خمسا خمسا (رواه البيهقي)

“Dari Khalid bin Dinar ia berkata: ’Menceritakan kepadaku Abul Aliyah: ‘Pelajarilah Al-Qur’an lima ayat demi lima ayat’, karena sesungguhnya Nabi Salallahu alaihi wa sallam mengambilnya dari Jibril lima ayat demi lima ayat” (HR. Baihaqi)

Imam at-Thabari meriwayatkan dari Abu Abdurrahman as-Sulamiy, beliau berkata:
حدثنا الذين كانوا يُقرِئوننا: أنهم كانوا يستقرِئون من النبي صلى الله عليه وسلم، فكانوا إذا تعلَّموا عَشْر آيات لم يخلِّفوها حتى يعملوا بما فيها من العمل، فتعلَّمنا القرآن والعمل جميعًا.

“(Sahabat) yang mengajarkan al-Qur’an kepada kami menceritakan bahwa mereka mempelajari al-Qur’an dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, apabila mempelajari sepuluh ayat, mereka tidak berpindah dari ayat tersebut sampai memahami pengamalannya. Maka kami mempelajari al-Qur’an (secara keilmuan) dan pengamalan secara bersamaan”. [Hadits ini diriwayatkan oleh at-Thabari di dalam Tafsirnya, Lihat: Jami’ al-Bayan fi Ta’wil al-Qur’an, Tahqiq: Ahmad Muhammad Syakir, Muassasah al-Risalah, cet.1, 1420 H/2000 M, jilid 1, hal. 80.]

Rahasia sukses mengikuti Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam adalah dengan cara meneladaninya dalam hal Aqidah, Ibadah, Syari’ah, Mu’amalah dan Da’wah. Dan cara dakwah inilah yang kita mulai dari surah al-Alaq ayat 1-5 wallahu ‘alam.■



BACA JUGA