Jumat, 21 Januari 2022 | 10:02 Wita

Sifat Shalat Nabi Diriwayatkan Ummul Mukminin ‘Aisyah

Editor: Firman
Share


■ KAJIAN BHULUGHUL MARAM: KITAB SHALAT, BAB SIFAT SHALAT (Hadits 245)

HidayatullahMakassar.id — Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata;

« كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْتَفْتِحُ الصَّلاَةَ بِالتَّكْبِيرِ، وَالْقِرَاءَةَ: بـِ{{الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ *}} وَكَانَ إذَا رَكَعَ لَمْ يُشْخِصْ رَأْسَهُ، وَلَمْ يُصَوِّبْهُ، وَلكِنْ بَيْنَ ذلِكَ. وَكَانَ إذَا رَفَعَ مِنَ الرُّكُوعِ لَمْ يَسْجُدْ حَتَّى يَسْتَوِيَ قَائِماً. وَإذَا رَفَعَ مِنَ السُّجودِ لَمْ يَسْجُدْ حَتَّى يَسْتَويَ جَالِساً.
وَكَانَ يَقُولُ فِي كُلِّ رَكْعَتَيْنِ التَّحِيَّةَ. وَكَانَ يَفْرِشُ رِجْلَهُ الْيُسْرَى وَيَنْصِبُ الْيُمْنَى. وَكَانَ يَنْهى عَنْ عُقْبَةِ الشَّيْطانِ، وَيَنْهى أَنْ يَفْتَرِشَ الرَّجُلُ ذِرَاعَيْهِ افْتِرَاشَ السَّبُعِ. وَكَانَ يَخْتِمُ الصَّلاَةَ بِالتسْلِيمِ. أَخْرَجَهُ مُسْلِمٌ، وَلَهُ عِلَّةٌ».

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasanya membuka shalat dengan takbir dan memulai bacaan dengan ‘alhamdulillahi robbil ‘aalamiin”.

Apabila beliau rukuk, beliau tidak mengangkat kepalanya dan tidak pula menundukkannya, tetapi pertengahan antara keduanya.

Apabila beliau bangkit dari rukuk, beliau tidak akan bersujud sampai beliau berdiri tegak. Apabila beliau mengangkat kepala dari sujud, beliau tidak akan bersujud lagi sampai beliau duduk tegak.

Pada setiap dua rakaat, beliau selalu membaca tahiyat. Ketika itu kaki kiri diletakkan di lantai dan menegakkan kakinya yang kanan.

Beliau melarang duduk ‘uqbah asy-syaithon. Beliau melarang lengan tangan diletakkan di tanah seperti duduknya binatang buas. Beliau mengakhiri shalat dengan salam.”

(HR. Muslim dan hadits ini memiliki ‘illah, yaitu cacat). Hadits ini secara zhahir sahih, tetapi ada ‘illah, cacat. Karena Abul Jauza’[Aus bin ‘Abdullah Ar-Raba’i] tidak mendengar langsung dari ‘Aisyah.

Faidah Hadits

▪️ Hadits dari ‘Aisyah ini merupakan penjelasan tentang sifat shalat Nabi, sebagaimana riwayat-riwayat yang telah lalu.
▪ Hadits ini jadi dalil wajibnya membuka shalat dengan takbir [takbiratul ihram], oleh karena itu imam dan makmum serta orang yang shalat sendirian diharuskan bertakbir dengan lafaz “Allahu Akbar”.

Hikmah membuka shalat dengan takbir adalah orang yang shalat menghadirkan hati bahwa ia sedang menghadap Allah Yang Mahabesar.

▪ Membaca surah dalam shalat dimulai dengan surah Al-Fatihah. Dan antara takbiratul ihram dan bacaan surah Al-Fatihah tetap ada bacaan iftitah, sebagaimana dalam hadits terdahulu.

▪ Ruku’ yang sesuai sunnah—sebagaimana diterangkan sebelumnya—adalah kepala rata dengan punggung, kepala tidak diangkat lebih dari rata punggung atau tunduk lebih rendah dari punggung.

▪ Ketika bangkit dari ruku’ Rasulullah tidak langsung sujud sebelum benar-benar berdiri tegak (thuma’ninah).

▪ Demikian juga ketika bangkit dari sujud Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam duduk antara dua sujud dengan duduk yang benar-benar tegak (thuma’ninah). Hal ini telah dijelaskan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, baik secara lisan maupun praktek beliau.

▪ Membaca tahiyat disyariatkan di akhir setiap dua rakaat. Jika shalat hanya dua rakaat, diakhiri dengan tasyahhud lalu salam. Jika lebih dari dua rakaat, setelah tasyahud awal dilanjutkan mengerjakan rakaat selanjutnya, lalu tasyahhud kemudian salam.

▪ Ketika duduk antara dua sujud dan duduk tasyahhud awal, duduknya adalah iftirasy, yaitu meletakkan kaki kiri di lantai, menegakkan kaki kanan ketika duduk.

Adapun tasyahhud akhir, duduknya adalah tawaruk yaitu mengeluarkan kaki kiri dan menegakkan kaki kanan dan duduk pada lantai.

Inilah cara duduk yang disebutkan dalam madzhab Imam Syafii. Sedangkan dalam madzhab Imam Ahmad, duduk tawaruk barulah ada untuk duduk yang memiliki dua kali tasyahhud.

▪ Nabi melarang duduk ‘uqbah syaithan yaitu duduk di atas dua tumit dengan membentangkan kedua betis dan paha lalu meletakan pantat diantara keduanya yaitu di tanah/lantai. Cara duduk seperti ini adalah cara duduk anjing sehingga bisa menghilangkan wibawa shalat.

▪ Hadits ini juga menunjukkan larangan menghamparkan lengan saat sujud yaitu; meletakkan /menempelkan telapak dan lengan bawah hinga sikut di lantai saat sujud.

Sujud dengan meletakkan lengan di lantai menunjukkan shalat orang yang malas serta tasyabuh (meniru-niru) hewan buas.

▪ Yang disunnahkan dalam sujud adalah mengangkat kedua lengan dan meletakkan dua telapak tangan di lantai.

Hal ini sesuai hadits dari Anas radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda; “Bersikaplah pertengahan ketika sujud. Janganlah salah seorang di antara kalian menempelkan lengannya di lantai seperti anjing yang meletakkan lengannya di lantai.” (HR. Bukhari dan Muslim).

▪ Menutup shalat adalah dengan salam. Adapun cara bersalam adalah dengan memalingkan wajah ke kanan sampai orang di belakang melihat pipi, begitu pula salam ke kiri sampai orang di belakang melihat pipi.

Disebutkan dalam hadits dari ‘Amir bin Sa’ad dari bapaknya, ia berkata, “Aku pernah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkan salam ke kanan dan ke kiri hingga aku melihat pipinya yang putih.” (HR. Muslim).

▪Bacaan salam yang singkat adalah: “assalaamu ‘alaikum”. Bacaan salam yang sempurna adalah: “assalamu ‘alaikum wa rohmatullah”.

Dalam hadits dari Abdullah bin Mas’ud, ia berkata “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa mengucapkan salam ke kanan dan ke kiri sampai terlihat pipinya yang putih, lalu beliau mengucapkan, ‘assalaamu ‘alaikum wa rahmatullah, assalaamu ‘alaikum wa rahmatullah’ (artinya: Keselamatan dan rahmat Allah bagi kalian, keselamatan dan rahmat Allah bagi kalian).” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi). Hadits ini shahih. Wallahu a’lam.■

Oleh : Ust Abd Qadir Mahmud, Kadep Dakwah dan Layanan Ummat Yayasan Al Bayan



BACA JUGA