Minggu, 12 September 2021 | 00:21 Wita

Imajinasi Sosiologis Pada Secangkir Kopi

Editor: Firman
Share

Oleh : Dr Irfan Yahya MSi, Ketua STAI Al Bayan Hidayatullah Makassar

HidayatullahMakassar.id — Imajinasi Sosiologis pertamakali diperkenalkan oleh C Wright Mills, tahun 1959 Dalam bukunya yang diberi judul The Sociological Imagination, diterbitkan pada tahun yang sama. Karya ini mengurai satu wawasan disiplin ilmu Sosiologi. Mills mendefinisikan sebagai kesadaran yang tumbuh dari hubungan antara pengalaman dan masyarakat yang lebih luas.

Imajinasi sosiologis menurut Mills adalah kemampuan melihat sesuatu secara sosial dan bagaimana mereka berinteraksi dan saling mempengaruhi. Untuk memiliki imajinasi sosiologis, seseorang harus mampu menarik diri dari situasi dan berpikir dari sudut pandang alternatif. Keterampilan ini merupakan pusat perkembangan seseorang dari perspektif sosiologis tentang dunia.

Konsep The Sociological Imagination, awalnya tidak diterima dengan baik pada saat itu karena reputasi profesional dan pribadi Mills yang memiliki kepribadian yang agresif. Namun Imajinasi Sosiologis saat ini merupakan salah satu buku sosiologi yang paling banyak dibaca dan merupakan bahan pokok program sarjana sosiologi di seluruh Amerika Serikat Serikat.

Mills mengkritik tren sosiologi yang ada saat itu. Fokus kritiknya adalah kenyataan bahwa sosiolog akademis pada masa itu sering berperan dalam mendukung sikap dan gagasan elitis, serta mereproduksi status quo yang tidak adil. Alternatifnya, Mills mengusulkan versi idealnya dari praktik sosiologis, yang bertumpu pada pentingnya mengenali bagaimana pengalaman individu dan pandangan dunia adalah produk dari konteks historis di mana mereka duduk dan lingkungan terdekat sehari-hari di mana seorang individu berada. Terkait dengan ide-ide ini, Mills menekankan pentingnya melihat hubungan antara struktur sosial dan pengalaman dan agensi individu.

Salah satu cara seseorang dapat memikirkan hal ini, adalah dengan cara menyadari bahwa apa yang sering kita alami sebagai “masalah pribadi”, sebenarnya adalah “masalah publik” yang merupakan akibat dari masalah sosial yang terus berlanjut – disengaja atau tidak disengaja– seperti ketidaksetaraan ekonomi sistemik dan kemiskinan struktural.

Konsep imajinasi sosiologis dapat diterapkan pada kondisi dan perilaku apa pun. Ambil contoh sederhana dengan secangkir kopi. Minuman kopi bukan lagi sekedar minuman biasa, tetapi memiliki nilai simbolis sebagai bagian dari ritual sosial sehari-hari. Seringkali ritual minum kopi jauh lebih penting daripada tindakan mengonsumsi kopi itu sendiri. Selain itu secangkir kopi juga berkaitan dengan penggunaannya sebagai obat. Kopi mengandung kafein, yang memiliki efek stimulasi pada otak. Bagi banyak orang, inilah salah satu alasan mereka minum kopi. 

Dimensi lain dari secangkir kopi terkait dengan hubungan sosial dan ekonomi. Penanaman, pengemasan, pendistribusian, dan pemasaran kopi adalah perusahaan global yang mempengaruhi banyak budaya, kelompok sosial, dan organisasi dalam budaya tersebut. Hal ini seringkali terjadi ribuan mil jauhnya dari peminum kopi. Banyak aspek kehidupan kita sekarang terletak dalam perdagangan dan komunikasi global, dan mempelajari transaksi global ini penting bagi sosiolog.

 Tradisi “ngopi” rupanya sudah mengakar kuat dalam tradisi peradaban dunia, tanpa kecuali pada peradaban Islam. Mengulas tentang kopi kita akan menemukan jejak sejarah yang menarik, biji kopi yang ditemukan pertama kali di Ethiopia (Abessyenia), selanjutnya budidaya kopi dalam skala perkebunan yang luas ada di daerah Yaman, sejak abad ke-6 Masehi. 

Dalam tradisi lisan masyarakat Hadramaut, kopi ditemukan oleh as-Syaikh Ali bin Umar Asy-Syazili atau yang lebih dikenal dengan Syekh Asy-Syazili saja, seorang wali yang makamnya dapat dijumpai di Mocha. Menurut as-Syaikh Najm al-Ghazy yang mula-mula menjadikan biji kopi sebagai bahan campuran minuman adalah asy-Syaikh Abu Bakr bin Abdillah as-Sadzily yang juga dikenal dengan julukan al-Aydrus. Itulah sebabnya terkadang bila meminum kopi orang Arab di Hadramaut senang mengenangnya, karena sang Syaikh dianggap orang yang menemukan cita rasa kopi sebagai sebuah minuman.

Seiring waktu berjalan, kopi selanjutnya menjadi minuman penting, setelah orang Arab menemukan cara yang pas untuk menyajikannya. Boleh dikatakan bahwa orang Arablah yang pertama kali merevolusi cara menyajikan dan menikmati kopi. Sebelumnya kopi dinikmati tidak dengan cara diseduh untuk minuman, melainkan dimakan dengan cara dibungkus dengan lemak binatang.

Dalam kurun waktu yang relative singkat, kopi akhirnya menjelma menjadi semacam minuman kesukaan orang Islam. Konon di mana ada agama Islam disebarkan baik di wilayah Turki, negara-negara Balkan, Spanyol, maupun Afrika Utara dan Asia, kopi juga ikut tersebar. Sehingga sempat timbul semacam stigma bahwa kopi itu minumannya orang muslim.

Dimensi lain dari imajinasi sosiologis yang paling ditekankan oleh Mills adalah kemungkinan kita untuk masa depan. Sosiologi tidak hanya membantu kita menganalisis pola kehidupan sosial yang ada dihadapan kita, tetapi juga membantu kita melihat beberapa kemungkinan masa depan yang terbuka bagi kita. Melalui konsep imajinasi sosiologis, kita tidak hanya dapat melihat apa yang nyata, tetapi juga apa yang bisa menjadi nyata jika kita ingin mewujudkannya seperti itu. 

Berbicara tentang konsepsi hidup dan kehidupan, sebagai seorang muslim maka cukuplah Al-Qur’an sebagai solusinya. Al-Qur’an merupakan kunci utama bagi muslim dalam membangun kesadaran hidup bertauhid. Al-Qur’an membimbing manusia agar memiliki cita-cita hidup yang jelas. Al-Qur’an menuntun setiap muslim agar memiliki mental yang harus disiapkan untuk menghadapi segala situasi. Al-Qur’an adalah bekal setiap muslim untuk tampil ke gelanggang memberikan peringatan kepada manusia. Al-Qur’an memberikan informasi utuh yang menggambarkan satu kesatuan tentang ajaran Islam. Wallahualam.■



BACA JUGA