Kamis, 10 Juni 2021 | 06:38 Wita

Pemuda Peka atau Peko’

Editor: Firman
Share

Ghirah Pemuda : Abdurrahman Sibghatullah BSH, Ketua Pemuda Hidayatullah Sulsel

HidayatullahMakassar.id — Menjelang proklamasi kemederdekaan Indonesia, tetiba dua proklamator kemerdekaan Soekarno dan Hatta diculik menuju Rengasdengklok. Peristiwa itu terjadi pada Kamis dinihari, 16 Agustus 1945.

Di balik penculikan ini adalah sekelompok pemuda, mereka adalah Sukarni, Chairul Shaleh, dr Muwardi dan lainnya. Tujuan mereka adalah mendesak Soekarno dan Hatta agar segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia tanpa harus menunggu legal dari Jepang.

Penggalan dari sejarah Indonesia di atas membuktikan bahwa kemerdekaan Indonesia yang terjadi pada 17 Agustus 1945 tak terlepas dari peran pemuda ketika itu. Sekelompok anak muda ketika itu khawatir jikalau kemerdekaan Indonesia tidak segera dilaksanakan menimbulkan dampak buruk bagi Indonesia yang menghambat kemerdekaan Indonesia.

Apa yang dilakukan para pemuda di atas tentunya didorong atas kesadaran mereka untuk ikut andil mengambil bagian dari langkah perjuangan bangsa Indonesia agar mampu meraih kemerdekaannya sendiri tanpa menunggu iming-iming dari pihak luar.

Kesadaran mereka timbul dari kepekaan sosial mereka atas kondisi bangsa dan tanah air mereka ketika itu. Sehingga dari kepekaan itu lahirlah jiwa semangat juang dan optimisme yang kemudian pada akhirnya tinta sejarah peradaban manusia mencatat perjuangan mereka adalah bagian dari riwayat sejarah kemerdekaan Indonesia.

Lantas bagaimana dengan generasi muda hari ini ?, tentunya kita perlu jawab dengan jawaban positif. Syababul yaum, rijalul ghod (pemuda hari ini adalah pemimpin hari esok) demikian pepatah Arab berbunyi, bahwa apa yang diperbuat pemuda hari ini adalah investasi masa depan sebuah ummat.

Teringat dengan sebuah buku yang pernah penulis baca, peristiwa runtuhnya kerajaan Islam Spanyol di tangan raja Ferdinand dan istrinya ratu Isabella pada tahun 1492, salah satu asbabnya adalah kondisi pemuda Andalusia ketika itu yang jauh dari harapan. Kondisi generasi pemuda kala itu terkena virus hubbuddunya (cinta dunia), pragmatis,dan lainnya.

Pemuda muslim tidak lagi tertarik dengan agamanya, akibatnya peko’  alias bodoh, kata orang Jawa serta tidak peka terhadap persoalan dan kondisi umat Islam, sehingga demikian kekuatan musuh Islam mudah merusak aqidah dan mental mereka.

Sebagai seorang muslim tentunya tak ingin peristiwa Andalusia terjadi di Indonesia, pemuda muslim harus sadar, peka, dan tidak peko’ dengan agamanya dan persoalan ummatnya. Karena jika bodoh terhadap syariat agamanya atau tidak mengilmui agamanya maka sejatinya tidak dapat disebut pemuda.

Imam Syafie mengatakan ‘’ Hayaatu al-fata bil ‘ilmi wa at-tuqa” (hidupnya seorang pemuda adalah dengan ilmu dan taqwa), dan hakikat seorang pemuda adalah baik taqwanya). Begitu banyak hadist nabi menyinggung bahwa pemuda yang menyibukkan diri dengan ibadah kepada Rabb-Nya, kelak di akhirat diberi naungan oleh sang pengadil.■