Selasa, 4 Mei 2021 | 07:44 Wita

Merekayasa Karakter Jujur

Editor: Firman
Share

Oleh : Ust Ir Abd Majid MA, Ketua Dewan Murabi Wilayah Hidayatullah Sulsel

HidayatullahMakassar.id — Di Hidayatullah pada prinsipnya kadernya memiliki budaya untuk selalu berusaha menambah yang kurang diketahui. Salah satu kebiasaan untuk menjadi kader ideal.

Apalagi untuk menjadi kader bukan hal yang bisa disulap dalam sekejap. Tapi butuh waktu untuk diperjuangkan dengan berbagai variabel yang mempengaruhinya.

Apalagi sudah ada konsepsi pra wahyu (dalam sejarah kerasulullahan) yang dipahami sangat penting menjadi wawasan kader Hidayatullah agar bisa menciptakan suasananya atau merekayasa kakaderannya. Apalagi bukan persoalan yang sederhana bagaimana memiliki figur dan keteladanan seorang guru untuk bangun katakter santri.

Maka memahami sejarah dan hikmah pra wahyu tersebut sebagai bekal penting untuk siap menerima kebenaran dari Allah ta’alla.

Ada sejumlah fase pra wahyu Rasulullah Muhammad shalallahu alaihi wa syallam. Yakni fase sebagai seorang yatim, fase menggembala, fase berdagang dan fase berkhadijah, dan fase gua hira.

Fase berdagang adalah fase yang kental dengan pembelajaran akan karakter jujur dari Rasulullah sehingga dipercaya. Telah kita ketahui bahwa faktor seseorang itu bisa dipercaya adalah karena kejujuran. Sangatlah mahal dan berat untuk bangun sikap yang bisa dipercaya dan memiliki integrotas sehingga menjadi modal bagi seorang kader untuk diberikan amanah kecil maupun berat.

Bagaimana merekayasa diri dan kader untuk bisa menjadi orang yang dipercaya?

Dari fase keyatiman misalnya kita bisa merekayasa para santri untuk diyatimkan, yakni mengurangi ketergantungan dan manja pada orangtua. Agar semata bergantung kepada Allah ta’alla.

Kedua, di fase menggembala. Sejarah semua nabi diketahui berprofesi sebagai penggembala. Maka saat di pondok untuk belajar menggembala mendampingi adek santrinya agar ada kekuatan dan kesabarannya.

Ketiga berdagang. Ini membentuk karakter jujur. Ini berat karena orang shalat saja dibutuhkan kejujuran, tak boleh main-main saat berkomunikasi dengan Allah.

Jika tiga fase awal ini bisa optimal dilewati maka insyallah akan membentuk karakter kejujuran. Apalagi jika memasuki fase khadijah/beristri.

Lalu dari fase Gua Hira kita mendapatkan petunjuk praktis bagaimana membentuk dan merekayasa diri untuk msmiliki karakter jujur, yakni dengan diturunkannya wahyu tiga surah awal al Alaq al Qalam dan al Mujammil sebagai transformasi nilai ilahiyah untuk diri seseorang yang beriman.

Dalam al alaq kita diminta untuk mengenal Allah. Allah memperkenalkan dirinya bahwa Allah sang pencipta dan paling mulia. Menciptakan manusia dan ajarkan hal untuk diketahui.

Lalu lahir kesadaran bertauhid. Tapi kita tak bisa sempurna bertauhid jika sekedar memahami al Alaq. Apalagi jika hanya teori mengetahui sifat-sifat Allah.

Maka harus naik dengan memahami al Qalam dengan menggantungkan hidup sesuai quran. Karena kejujuran itu seperti dan sesuai dengan kualitas interaksi kita dengan quran.

Jika hal ini sulit maka di al Muzammil kita diwasiatkan 7 ajimat amalan mulai dari shalat malam, wirid pagi dan petang, tilawah maupun sedekah. Maka jika baik sedikit saja kita menunaikan amalan yang diperintahkan dalam surah al Muzamil maka menjadi modal besar dalam implementasikan tauhid.

Contoh kecil jika kita bermasalah wirid pagi petang kita maka akan bermasalah melaksanakan rencana-rencana kita dalam sehari. Karena wirid akan hantar rohani kita siap mengemban amanah dan mengarungi urusan sshari-hari.

Apalagi jika diawali shalat malam, lalu bacaan quran jalan. Maka insyallah kemudahan akan Allah berikan, semuanya untuk mewujudkan karakter Islami dan peradaban Islam. Wallahuallam. ■ fir

*) Catatan dari Pengajian Itikaf di Masjid Umar alFaruq, Albayan Hidayatullah Makassar, Selasa (4/5/2021)



BACA JUGA