Rabu, 3 Maret 2021 | 21:02 Wita

Ibnul Qayyim Mercusuar Kebenaran Sang Imam Besar Keilmuan Islam (1)

Editor: Firman
Share

HidayatullahMakassar.id — Ibnul Qayyim adalah salah seorang ulama terkemuk yang berpegang teguh kepada al-Qur-an dan as-Sunnah. Ia merupakan salah satu mercusuar (pengibar panji) kebenaran, dan karenanya pantas jika ia dijuluki al-Imamul Jalil (Imam Besar di dalam keilmuan Islam)

Banyak ulama yang menulis biograli Ibnul Qayyim, di antaranya Ibnu Rajab,Ibnu Katsir dalam al-Bidaayah ann Nihaayah. Adapun karya yang paling terakhir, paling bagus, dan paling luas mengenai biografi Ibnul Qayyim adalah karya, Syaikh Bakar Abu Zaid.

Petunjuk ulama ini memancarkan cahaya, dan rahmat. Beliau benar-benar hidup untuk Rabbnya, untuk Kitab-Nya, dan untuk sunnah sang Penutup para Nabi. Ia hidup sebagaimana hidupnya para shiddiqin dan syuhada. Beliau membuka hatinya untuk memberikan cahaya karena dia tidak suka hidup, kecuali di dalam cahaya.

Ibnul Qayyim hidup untuk menghancurkan sembahan dan berhala kemusyrikan, merobohkan benteng-benteng kenistaan yang dipuja oleh para penyembah syahwat dan pelaku dosa di dalam lumpur kenistaan. Beliau hidup dengan bimbingan al-Qur-an yang selalu berada di hadapannya, di dalam pikiran dan hatinya. Oleh karena itu, hidupnya selalu lekat dengan al-Qur-an.

Bersama gurunya, yaitu al-Imam Ibnu Taimiyah, ia berhasil mengembalikan keagungan dan keindahan as-Sunnah serta membersihkannya dari segala sesuatu yang menodai kemurniannya.

Kedua tokoh ini pula yang telah menjelaskan hakikat-hakikat ajaran Islam berdasarkan pemahaman yang sebenarnya, serta menjadikan setiap hakikat itu berada pada tempat semestinya, tanpa dikurangi atau dilebih-lebihkan.

Kedua ulama tersebut juga membantah dengan tegas-berdasarkan nalar ilmiah yang istimewa serta kecerdasan pemikiran yang luar biasa, segala kebohonganyang dibuat oleh orang-orang yang suka memutarbalikkan fakta para ahli takwil filsafat yang melenceng, kaum Mu’aththilah yang mengingkari asma dan sifat Allah, serta kelompok yang selalu menanamkan keraguan dalam sejumlah pengertian atau definisi dan istilah-istilah dalam syari’at.

Ibnu Taimiyah dan Ibnul Qayyim membantah semua pemahaman yang keliru itu dengan mengoreksi definisi yang ada terhadap istilah-istilah syari’at, lalu mendefinisikannya ulang sesuai dengan apa yang diinginkan Allah.

Oleh sebab itulah, kedua tokoh ini kerap memerangi filsafat, tasawuf, dan ilmu kalam, juga kesimpulan fikih dan ushul fikih yang dilahirkan oleh mereka hanya berpegang pada logika dan qiyas, serta menghalalkan dosa melalui kaidah al-hiilah (alasan yang dicari-cari).

Sebagai seorang Mukmin yang mempunyai komitmen dan kehormatan, Ibnu Taimiyah dan Ibnul Qayyim menolak tunduk di hadapan pelaku kezhaliman yang telah siap dengan cemetinya.

Bahkan, keduanya tidak rela membeli keselamatan dengan mentolerir kebathilan dan membela kesesatan. Mereka berdua lebih memilih hidup di penjara daripada dibebaskan jika demikian caranya.

Selama ini, sepeninggal kedua imam besar tersebut, belum ada sejarah yang mencatat tentang hubungan antara seorang guru dan muridnya yang menyatu erat bagaikan lampu dengan cahayanya, atau matahari dengan sinarnya, seperri hubungan mereka berdua.

Semoga Allah meridhai dan membuat keduanya ridha kepada-Nya.■ bersambung

*) Sumber: Buku Fawaidul Fawaid



BACA JUGA