Minggu, 21 Februari 2021 | 15:26 Wita

Inilah Akhlak dan Karakter SDM Muslim Tangguh

Editor: Firman
Share

Hidayatullah.com — Istilah karakter selalu menjadi topik utama dalam pembangunan sumber daya manusia (SDM). Hanya SDM berkarakter yang mampu melahirkan SDM berkarakter. Sebab mustahil SDM yang tidak berkarakter dapat melahirkan SDM berkarakter.

Di tangan SDM yang berkarakter (atas idzin-Nya) suatu bangsa mampu menjadi bangsa yang berkarakter. SDM sebagai motor penggerak kemajuan bangsa. Kuat dan lemahnya bangsa dapat diukur dari tingkat kualitas dan tangguh SDM-nya. Karena besarnya pengaruh SDM, Al-Quran menggambarkan orang-orang yang menyertai para nabi adalah orang-orang (SDM) yang tangguh, yaitu yang tidak lemah, tidak lesu, dan tidak mudah menyerah (QS Ali Imran [3]: 146).

Istilah pendidikan karakter (character education) sudah sering digunakan di Indonesia, meski aslinya ia bukan berasal dari Islam.  Di Amerika karakter yang ditanamkan di sekolah sesuai dengan latar belakang dan perkembangan sosial dan ekonomi mereka sendiri.

Menurut pakar Islamic Worldviews, Dr Hamid Fahmy Zarkasih, di AS, sentralnya adalah nilai-nilai feminisme, liberalisme, pluralisme, demokrasi, humanisme dan sebagainya.  Maka arah pendidikan karakter di sana adalah untuk mencetak sumber daya manusia yang pro gender, liberal, pluralis, demokratis, humanis agar sejalan dengan tuntutan sosial, ekonomi, dan politik di Amerika.

Islam mengenal akhlak, kedudukanya jauh lebih tinggi dari karakter. Akhlaq merupakan jama’ dari kata khulq (merupakan akar dari khalaqa yang artinya menciptakan). Akhlak artinya sifat jiwa yang melekat pada seseorang sesuai dengan asal mula diciptakannya (ahsanu  taqwim).

Karena merupakan sifat jiwa, maka perbuatan yang disebut harus dilakukan secara berulang-ulang dan dan telah benar-benar menjadi sebuah kebiasaan.

Akhlak tidak sama dengan moral. Orang yang berakhlak pasti bermoral, sementara orang yang bermoral, belum tentu punya akhlak.

Sayyidah Aisyah Radhiallahu Anha pernah berkata,  akhlaq Nabi Muhammad ﷺ  adalah al-Qur’an (khuluquhu al-Qur’an).

SDM Muslim Tangguh

Di bawah ini ada 10 karakteristik SDM yang tangguh, yang layak dilekatkan pada Muslim yang beriman.  Yaitu;  salimul aqidah; shahihul ibadah; matinul khuluq; qawiyyul jismi; mutsaqqaful fikri; mujahidun linafsihi; harisun ala waqtihi; munadzdzamun fi syu’unihi; qadirun alal kasbi; dan nafiun lighairihi.

Kesepuluh karakter tersebut menjadi satu kesatuan tak terpisahkan. Muhammad Husain Isa dan Ali Manshur dalam bukunya Syarah 10 Muwashafat mengatakan sosok pribadi muslim (baca SDM) yang tangguh itu adalah pribadi yang memiliki semua muwashafat (sepuluh karakteristik), bukan yang memiliki sebagian dan tidak sebagian. Jika salah satu dari karakter itu diabaikan maka dapat membahayakan (melemahkan) karakter lainnya.

Pertama, salimul aqidah (bersih akidahnya). SDM yang memiliki akidah yang bersih itu adalah SDM mampu mempersembahkan semua potensinya hanya untuk Allah semata (QS: al-An’am [6]: 162).

SDM seperti ini hanya bersandar kepada-Nya dalam segala amal dan aktifitasnya. Orientasi hidupnya hanya untuk Allah semata sebagaimana janji yang selalu diucap ulang.

Indikator salimul aqidah antara lain: tidak mudah mengkafirkan sesama muslim; tidak mendahulukan makhluk atas Khaliq; meng-Esakan Allah; tidak menyekutukan Allah; semangat berteman dengan orang saleh; berusaha meraih manisnya iman; dan berusaha meraih manisnya ibadah.

Kedua, sahihul ibadah (benar ibadahnya). SDM yang benar ibadahnya adalah SDM yang dalam menjalankan setiap aktifitasnya dalam rangka beribadah kepada-Nya. Dalam menjalankan aktifitas ibadah itu harus sesuai dengan apa yang dicontohkan oleh Nabi ﷺ.

Indikator sahihul ibadah antara lain: rutin melakukan qiyamullail; semangat bersedekah; berpuasa sunnah dua hari dalam sebulan; banyak bertaubat; beramar makruf dan nahi munkar; merutinkan ibadah sunah rawatib; khusyuk dalam membaca Al-Quran; selalu memperbaharui niat dan meluruskannya; dan senantiasa bertafakur. 

Ketiga, matinul khuluq (kokoh akhlaknya). SDM yang memiliki akhlak mulia adalah SDM yang dalam menjalankan aktifitasnya terbingkai dengan akhlak mulia dan menjadikan Nabi ﷺsebagai teladan dalam kehidupannya. Sebab Nabi ﷺ adalah manusia yang memiliki akhlak mulia, dan patut diteladani (QS: al-Qalam [68]: 68).

Indikator matinul khuluq antara lain: tidak banyak mengobrol; sedikit bercanda; tidak hasad; menjalin hubungan baik dengan tetangga; menjenguk orang sakit; komitmen dengan adab meminta izin; menyambung silaturrahim, memuliakan tamu; merendahkan suara; dan menebar senyum kepada orang lain.

Keempat, qawiyyul jismi (kuat jasmaninya). SDM yang berbadan sehat, bugar, dan kuat, sehingga dapat menjalankan aktifitas kehidupannya sesuai tuntunan Islam. Dalam hal ini, Nabi ﷺ bersabda, “Mukmin yang kuat lebih dicintai oleh Allah daripada Mukmin yang lemah.” (HR Muslim).

Indikator qawiyyul jasmi antara lain: mengatur waktu makan; tidak berlebihan dalam mengkonsumsi makanan berlemak; membersihkan peralatan makan dan minum; menjauhkan dari makanan yang diawetkan; tidur 6-8 jam dan bangun sebelum fajar; berolah raga 10-15 menit setiap hari; dan berjalan 2-3 jam setiap pekan.

Kelima, mutsaqqaful fikri (intelek dalam berfikir). Adalah SDM yang mau belajar dan belajar serta mengajarkannya sehingga ilmunya bermanfaat untuk umat. Ia menjalankan aktifitas kesehariannya berlandaskan llmu pengetahuan, bukan asal-asalan.

Indikator mutsaqqaful fikri antara lain: mengetahui problematika umat; membaca 7 jam setiap pekan; memiliki kemampuan mengulas apa yang dibaca; membaca tafsir Al-Quran; hafal minimal 5 juz Al-Quran; dan senang mengikuti seminar keislaman.

Keenam, mujahidun linafsihi (kuat melawan hawa nafsu). Adalah SDM yang mampu mengendalikan nafsu, bukan yang memperturuti nafsunya, sehingga ia dapat berempati terhadap masyarakat di sekitarnya.

Indikator mujahidun linafsihi antara lain: menjadikan dirinya bersama orang baik; menyumbangkan sebagian harta untuk amal Islami; sabar atas bencana; menyesuaikan perbuatan dengan ucapan; memerangi dorongan nafsu; tidak berlebihan mengkonsumsi yang mubah; dan makan apa yang disuguhkan dengan keridhaan.

Ketujuh, harisun ala waqtihi (sungguh-sungguh menjaga waktunya). SDM yang memiliki kemampuan dalam memanfaatkan waktu adalah tanda sebagai pribadi yang produktif. Ia akan kerahkan setiap waktunya untuk memikirkan kepentingan umat (masyarakat).

Indikator harisun ala waqtihi antara lain: menjaga janji; mengisi waktu dengan hal yang bermanfaat; dan memperhatikan adab-adab Islam dalam berkunjung dan mempersingkat pemenuhan hajatnya (keperluannya).

Kedelapan,  munadzdzamun fi syu’unihi (teratur dalam semua urusan). SDM yang memiliki keteraturan dalam menjalankan setiap aktifitas yang mengantarkan kepada kesuksesan dalam menjalani kehidupan. Sebab, kesemperawutan adalah kunci kegagalan.

Indikator munadzdzamun fi syu’unihi antara lain: shalat menjadi barometer manajemen waktunya; teratur dalam urusan pekerjaan (dan rumah tangga bagi yang telah berkeluarga); menertibkan ide dan pikirannya; bersemangat memenuhi janji-janji kerja; dan memberitahukan problematika yang muncul kepada gurunya.

Kesembilan, qadirun alal kasbi (mampu berusaha sendiri). Adalah SDM yang mampu hidup mandiri bukan menjadi beban hidup orang lain. Ia berusaha membangun kemandirian diri, bukan yang selalu minta belas kasihan orang lain.

Indikator qadirun alal kasbi antara lain: berusaha memiliki spesialisasi dalam usaha; menjaga kepemilikan khusus; mengutamakan spesialisasi langka yang penting dan dinamis; dan berusaha memperbaiki kualitas produk dengan harga yang sesuai.

Kesepuluh, nafiun lighairihi (bermanfaat bagi orang lain). SDM yang selalu berusaha memberikan manfaat kepada orang lain (umat). Indikator nafiun lighairihi antara lain: komitmen dengan adab Islam di rumah; melaksanakan hak-hak anak; memberikan hadiah kepada tetangga; mendorong orang lain untuk berbuat baik; membantu yang kesulitan; membantu yang terkena musibah; dan berusaha untuk memenuhi hajat orang lain.

Jika suatu bangsa dikelola oleh SDM yang berkarakter maka dapat melahirkan bangsa berkarakter sehingga terwujud baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur. Amin.■

*) Penulis : Imam Nur Suharno, Kepala Divisi HRD dan Personalia Pesantren Husnul Khotimah, Kuningan, Jawa Barat